SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Tim Kuasa Hukum, I Nyoman Dhamantra, Pemohon perkara Praperadilan register No.126/Pid.Pra/2019/PN.Jkt.Sel, menyampaikan tanggapan atas Jawaban dari Termohon (KPK), khususnya tanggapan mengenai Eksepsi Termohon tentang Kewenangan Absolut, sebagai berikut :
Bahwa sebagaimana didalam dalil Termohon (KPK) pada halaman 4 sampai dengan halaman 8 yang pada intinya menyebutkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili Perkara a quo sebab dalil Pemohon adalah keliru, tidak benar dan tidak berdasarkan hukum karena penyalahgunaan wewenang dalam membuat keputusan sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014 merupakan lingkup kewenangan/kompetensi Absolut dari Peradilan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu Permohonan Pemohon sudah sepatutnya ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);
Bahwa sebelum Pemohon menanggapi Jawaban Termohon (KPK) terkait dengan Kewenangan Absolut sebagaimana didalilkan oleh Termohon (KPK) didalam jawabannya pada halaman 4 sampai dengan halaman 8, terlebih dahulu kami Tim Kuasa Hukum Pemohon menegaskan kembali, Permohonan Praperadilan ini diajukan atas dasar fakta hukum adanya Proses Penyidikan dan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon (I Nyoman Dhamantra) yang mana Termohon telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin.Dik/88/DIK.00/01/08/2019, Tanggal 08 Agustus 2019 dan selanjutnya disertai penahanan terhadap Pemohon sebagaimana terbukti dengan adanya Surat Perintah Penahanan Nomor : Sprin.Han/78/DIK.01.03/01/08/2019 Tanggal 08 Agustus 2019 atas nama I Nyoman Dhamantra atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Yaitu Dugaan Menerima Hadiah Atau Janji Terkait Pengurusan Izin Impor Bawang Putih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
Bahwa adanya fakta sebagaimana telah diuraikan diatas telah pula diakui oleh Termohon (KPK) sebagaimana didalam jawabannya. Sehingga dengan demikian telah jelas dan terang bahwa objectum litis Permohonan a quo yang diajukan oleh Pemohon adalah objek yang masuk kedalam ruang lingkup PRAPERADILAN karena terkait adanya Proses Penyidikan dan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon (I Nyoman Dhamantra) yang mana Termohon telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin.Dik/88/DIK.00/01/08/2019, Tanggal 08 Agustus 2019 dan selanjutnya disertai penahanan terhadap Pemohon sebagaimana terbukti dengan adanya Surat Perintah Penahanan Nomor : Sprin.Han/78/DIK.01.03/01/08/2019 Tanggal 08 Agustus 2019 atas nama I Nyoman Dhamantra , yang secara yuridis merupakan kewenangan Pengadilan Negeri khususnya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena Termohon berdomisili diwilayah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo;
Bahwa didalam Petitum Permohonan yang diajukan oleh Pemohon, tidak ada satupun permintaan atau permohonan yang disampaikan oleh Pemohon untuk meminta kepada Hakim Praperadilan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memerintahkan Termohon untuk mencabut suatu Surat Keputusan Tata Usaha Negara. Sehingga sangatlah keliru dan tidak berdasarkan hukum apabila Termohon (KPK) menyimpulkan perkara a quo adalah perkara yang merupakan ruang lingkup Kewenangan/Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara.
Untuk menghindari pemahaman yang keliru dari Termohon (KPK), maka dengan ini kami akan mengutip kembali isi dari Petitum Pemohon, yakni sebagai berikut:
Pokok Perkara : Pertama; Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya: Kedua; Menyatakan tidak sahnya penetapan Tersangka dan Penahanan yang telah dilakukan Termohon terhadap diri Pemohon. Ketiga; Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin.Dik/88/DIK.00/01/08/2019, tanggal 08 Agustus 2019 yang menetapkan I NYOMAN DHAMANTRA (Pemohon) sebagai Tersangka oleh Termohon terkait dugaan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat:
Keempat ; Menyatakan Surat Perintah Penahanan Nomor : Sprin.Han/78/DIK.01.03/01/08/2019 tanggal 08 Agustus 2019 atas nama Tersangka I NYOMAN DHAMANTRA (Pemohon) adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum, dan oleh karenanya Surat Perintah a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat: Kelima; Menyatakan segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan oleh Termohon atas nama Pemohon ( I Nyoman Dhamantra ) yang didasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin.Dik/88/DIK.00/01/08/2019, tanggal 08 Agustus 2019 tentang Penyidikan dugaan Tindak Pidana menerima hadiah dan janji terkait Pengurusan Izin Impor Bawang Putih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP adalah tidak sah atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
Keenam ; Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon atas nama Pemohon (I NYOMAN DHAMANTRA) yang berkaitan dengan Dugaan Tindak Pidana menerima hadiah dan janji terkait Pengurusan Izin Impor Bawang Putih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
Ketujuh; Memerintahkan Termohon untuk menghentikan Penyidikan dan Penuntutan Perkara atas nama Pemohon ( I Nyoman Dhamantra) tentang Dugaan Tindak Pidana menerima hadiah dan janji terkait Pengurusan Izin Impor Bawang Putih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP:
Kedelapan; Memerintahkan Termohon untuk mengeluarkan Pemohon dari dalam Rumah Tahanan Negara Cabang KPK Pomdam Jaya Guntur Jakarta Selatan: Kesembilan ; Membebankan biaya perkara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan atau Kesepuluh; Menyatakan Penyidikan yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah atau setidak-tidaknya menyatakan Termohon tidak berwenang melakukan penyidikan terkait dugaan tindak pidana umum penipuan dan pemerasan yang diduga dilakukan oleh Mirawati Basri terhadap Chandry Suanda alias Afung; Atau Apabila Pegadilan Negeri Jakarta Selatan Cq. Hakim Praperadilan berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya. (ex aequo et bono);
Bahwa sangatlah tidak benar serta tidak berdasarkan hukum apabila Termohon (KPK) menyimpulkan dalil Permohonan Pemohon adalah dalil yang masuk kedalam ruang lingkup/Kewenangan Absolut Peradilan Tata Usaha Negara. Kesimpulan Termohon (KPK) yang menyimpulkan dalil Pemohon adalah dalil yang masuk kedalam lingkup atau Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara adalah dalil yang mengada-ngada , dalil yang tidak benar, tidak tepat serta tidak berdasartkan hukum sebab pada bagian judul huruf D Permohonan Pemohon sangat jelas dan terang menyebutkan “Penetapan Pemohon Sebagai Tersangka Merupakan Tindakan Kesewenang – wenangan Dan Bertentangan Dengan Asas Kepastian Hukum”;
Bahwa dalil Pemohon sebagaimana didalam Permohonan Pemohon terdahulu yang dijadikan alasan oleh Termohon (KPK) untuk menyatakan Permohonan Praperadilan masuk didalam kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara adalah alasan yang tidak LOGIS sebab dalil yang disampaikan oleh Pemohon didalam Permohonannya terdahulu adalah dalil yang hanya sebatas menjelaskan terkait larangan pejabat negara/penyelenggara negara melakukan penyalahgunaan wewenang atau penyalahgunaan kekuasaan dalam melakukan serangkaian tindakan dan/atau perbuatan hukum;
Bahwa lebih lanjut, jika diperhatikan serta dicermati secara menyeluruh isi dalil Pemohon yang ada didalam Permohonannya pada halaman 25 sampai dengan halaman 29 pada intinya sangatlah jelas, maksud Pemohon menguraikan Penyalahgunaan Wewenang Pejabat Negara berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014 adalah agar dapat dipahami bahwa proses penegakan hukum tidak dibenarkan dilakukan dengan cara kesewenang-wenangan sebab apabila proses penegakkan hukum yang dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan hukum atau dengan cara kesewenang-wenangan, maka sudah dapat dipastikan proses hukum tersebut akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi diri Pemohon;
Bahwa oleh karena Permohonan Praperadilan ini diajukan berdasarkan adanya fakta tentang Proses Penyidikan dan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon (I Nyoman Dhamantra) yang mana Termohon telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin.Dik/88/DIK.00/01/08/2019, Tanggal 08 Agustus 2019 dan selanjutnya disertai penahanan terhadap Pemohon sebagaimana terbukti dengan adanya Surat Perintah Penahanan Nomor : Sprin.Han/78/DIK.01.03/01/08/2019 Tanggal 08 Agustus 2019 atas nama I Nyoman Dhamantra atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Yaitu Dugaan Menerima Hadiah Atau Janji Terkait Pengurusan Izin Impor Bawang Putih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Maka dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 KUHAP, Pasal 77 KUHAP serta berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015 yang menentukan :
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: (a.) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan penetapan tersangka, penggeledahan serta penyitaan; (vide putusan mahkamah konsutitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015); (b.) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Sehingga dengan demikian, pengajuan Permohonan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diajukan oleh Pemohon adalah telah tepat dan benar. Untuk itu cukup berlasan menurut hukum agar Hakim Praperadilan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan menolak Eksepsi Termohon (KPK), tentang Kewenangan Absolut dan menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang dalam memeriksa dan mengadili perkara a quo;
Bahwa Permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon adalah Permohonan yang sangat JELAS DAN TERANG BENDERANG. Permohonan Pemohon adalah Permohonan yang menjadi Kewenangan Absolut Pengadilan Negeri khususnya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena Termohon berdomisili diwilayah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo; karena Permohonan yang diajukan atas dasar dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin.Dik/88/DIK.00/01/08/2019, Tanggal 08 Agustus 2019 dan selanjutnya disertai penahanan terhadap Pemohon sebagaimana terbukti dengan adanya Surat Perintah Penahanan Nomor : Sprin.Han/78/DIK.01.03/01/08/2019 Tanggal 08 Agustus 2019 atas nama I Nyoman Dhamantra. Bukan Permohonan Balik Nama, Bukan Gugatan terkait dengan Objek Sengketa TUN yang menjadi kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara;
Bahwa apabila dalil Permohonan Pemohon dibaca oleh Termohon (KPK) secara keseluruhan, maka sebenarnya Termohon (KPK) dengan sadar telah memahami isi Permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon adalah Permohonan yang sudah tepat dan benar diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Akan tetapi Termohon (KPK) dalam hal ini hanya membaca sepenggal isi didalam Permohonan Pemohon sehingga mengakibatkan kekeliruan dalam pemahaman Termohon (KPK). Kalaulah Termohon (KPK) membaca isi Permohonan Pemohon dengan utuh maka sudah dapat dipastikan objectum litis perkara a quo adalah Permohonan Praperadilan Terkait Ditetapkannya Pemohon Sebsgai Tersangka Dan Ditindaklanjuti Dengan Adanya Penahanan, yang secara yuridis menjadi kewenangan Pengadilan Negeri khususnya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena Termohon berdomisili diwilayah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan;
Bahwa oleh karena telah terbukti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mempunyai Kewenangan Absolut dalam memeriksa dan mengadili Perkara a quo. Maka beralasan menurut hukum agar Hakim Praperadilan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk menolak Eksepsi Termohon (KPK) dan menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mempunyai kewenangan dalam memeriksa dan mengadili perkara a quo;
Berdasarkan seluruh uraian-uraian yang Pemohon sampaikan diatas, maka cukup beralasan menurut hukum agar Hakim Praperadilan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan putusan yang amarnya sebagai berikut : Pertama ; Menyatakan Menolak Eksepsi Termohon (KPK Tentang Kompetensi Absolut: Kedua ; Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang dalam memeriksa dan mengadili perkara a quo: Ketiga ; Menyatakan melanjutkan Pemeriksaan Permohonan Praperadilan yang dimohonkan oleh Pemohon : Atau Apabila Pegadilan Negeri Jakarta Selatan Cq. Hakim Praperadilan berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya. (ex aequo et bono);
(***Ttd Kuasa Hukum Pemohon; Fahmi H. Bachmid, SH., M.Hum; Puspa Pahlupi, SH.; B. Sugiran, SH.; I. Sahrial Muharam, SH.; Dodi Boy Fena Loza, SH.; Raodha Putri Nianzah, SH.; Hendra A, SH.; Roy Rengga Ondang, SH., MH.; Fikerman Sianturi, SH.; Bajogi Leo Silalahi, SH.; Sigit Sumantri, SH.; Usman, SH., MH.