SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Kumasi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Abdul Halim Iskandar, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT). Penggeledahan ini diduga berkaitan dengan kasus korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur periode 2019-2022. KPK mencurigai adanya penyalahgunaan dana hibah yang disalurkan dalam periode tersebut.
Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengonfirmasi penggeledahan tersebut pada Selasa, 10 September 2024. “Ya, benar, satu rumah dinas penyelenggara negara berinisial AHI,” ungkap Tessa. Penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK berujung pada penyitaan sejumlah barang bukti yang relevan dengan penyelidikan.
“Penyidik melakukan penyitaan uang tunai dan barang bukti elektronik,” tambahnya. KPK belum merinci jumlah uang yang disita, namun tindakan ini dianggap sebagai bagian dari penyelidikan yang lebih luas dalam upaya menuntaskan kasus korupsi dana hibah tersebut.
Latar Belakang Kasus Korupsi Dana Hibah
Kasus dugaan korupsi ini berpusat pada penyalahgunaan dana hibah yang seharusnya disalurkan kepada kelompok masyarakat di Provinsi Jawa Timur pada periode 2019-2022. Dana hibah tersebut dialokasikan untuk berbagai proyek pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, namun diduga sebagian dana tidak sampai kepada kelompok sasaran. KPK telah menetapkan 21 tersangka dalam kasus ini, dengan 17 orang di antaranya sebagai pemberi suap dan 4 orang lainnya sebagai penerima.
Abdul Halim Iskandar, yang juga merupakan kakak dari Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, saat ini tengah diawasi oleh KPK. Meski belum ada pengumuman resmi mengenai status hukum Abdul Halim dalam kasus ini, penggeledahan rumah dinasnya menunjukkan bahwa penyidik KPK terus memperluas penyelidikan untuk mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam skandal ini.
Harta Kekayaan Abdul Halim Iskandar
Sebagai pejabat publik, Abdul Halim Iskandar secara rutin melaporkan kekayaannya melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara elektronik (e-LHKPN) yang dapat diakses publik di laman KPK. Berdasarkan data tersebut, Abdul Halim pertama kali melaporkan kekayaannya saat menjabat sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jombang, Jawa Timur periode 2004-2009. Pada 15 Januari 2004, kekayaannya tercatat sebesar Rp 695.130.693, dan pada 12 Mei 2008 meningkat menjadi Rp 735.664.907.
Kemudian, saat menjadi Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2014-2019, harta kekayaan Abdul Halim kembali dilaporkan. Pada 25 Agustus 2015, kekayaannya tercatat sebesar Rp 5.115.464.907, dan bertambah menjadi Rp 6.286.513.712 pada akhir 2018.
Pada tahun 2019, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Abdul Halim Iskandar sebagai Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi di Kabinet Indonesia Maju. Selama menjabat, kekayaannya terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berikut adalah rincian kekayaan Abdul Halim Iskandar dari tahun 2019 hingga 2024:
2019: Rp 6.286.513.712
2020: Rp 8.457.222.051
2021: Rp 9.522.830.051
2022: Rp 12.330.242.853
2024: Rp 13.203.702.937
Harta kekayaan terbaru yang dilaporkan pada 24 Maret 2024 merinci aset-aset miliknya sebagai berikut:
Tanah dan bangunan: Rp 8.701.210.000, tersebar di beberapa daerah, termasuk Surabaya, Malang, Sidoarjo, Jombang, dan Sleman.
Alat transportasi dan mesin: Rp 4.000.000, yang terdiri dari satu unit sepeda motor Honda Vario tahun 2009.
Harta bergerak lainnya: Rp 135.000.000.
Surat berharga: Rp 2.688.000.000.
Kas dan setara kas: Rp 1.265.792.937.
Harta lainnya: Rp 409.700.000.
Meski memiliki aset properti yang cukup signifikan, Abdul Halim hanya memiliki satu unit kendaraan bermotor, yaitu sepeda motor Honda Vario. Sementara itu, aset propertinya yang paling bernilai adalah tanah dan bangunan yang tersebar di berbagai kota di Jawa Timur dan Yogyakarta, dengan total luas mencapai 1.235 meter persegi.
Perkembangan Kasus dan Potensi Implikasi Hukum
Penggeledahan rumah dinas Abdul Halim oleh KPK menambah tekanan terhadap dirinya di tengah kasus dugaan korupsi dana hibah di Jawa Timur. Meski Abdul Halim belum ditetapkan sebagai tersangka, penyelidikan ini berpotensi merusak citra politiknya dan berdampak pada posisinya di kabinet. Publik masih menunggu apakah penyidik KPK akan menemukan bukti yang cukup kuat untuk mengaitkan Abdul Halim secara langsung dalam kasus ini.
Jika terbukti terlibat, Abdul Halim Iskandar akan menghadapi sanksi pidana yang berat. Sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, pejabat yang terbukti bersalah dalam kasus korupsi dapat dikenakan hukuman penjara hingga 20 tahun, denda, dan penyitaan aset.
Kesimpulan
Penggeledahan rumah dinas Abdul Halim Iskandar oleh KPK menandakan bahwa kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat di Jawa Timur semakin serius. Meski Abdul Halim belum resmi ditetapkan sebagai tersangka, penyelidikan ini berpotensi memiliki dampak besar bagi karier politiknya. Masyarakat kini menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut dari KPK terkait keterlibatan berbagai pihak dalam kasus ini.
(Anton)