SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Kementerian Komunikasi dan Informatika mengungkap data kabar bohong alias hoaks seputar penanganan Covid-19 di Indoneia. Hingga hari ini, Senin (18/10), Menkominfo telah mengidentifikasi 2.020 konten hoaks yang beredar di media sosial.
Dengan temuan jumlah kategori sebanyak 1.197 topik. Dari 2.020 hoaks tersebut, Kominfo sudah melakukan take-down (diturunkan) sekitar 1.759 konten.
Temuan tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan dalam Konferensi Pers Virtual Strategi Kominfo Menangkal Hoaks Covid-19 dari Media Centeri KPCPEN Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin (19/10).
Menurut Semuel, hoaks mengakibatkan pemahaman masyarakat yang tidak lengkap tentang situasi dan prosedur medis yang tepat terkait virus Covid-19.
“Hal ini kemudian menimbulkan stigmatisasi terhadap rumah sakit, tenaga medis dan penyintas COVID-19, hingga keengganan masyarakat untuk melakukan protokol kesehatan yang telah disarankan,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Kominfo dalam menangani hoaks yang beredar di media sosial lebih mengedepankan pendidikan literasi kepada masyarakat.
Caranya dengan memverifikasi konten hoaks yang beredar dan meresahkan masyarakat, lalu mengklarifikasi dengan memberi stempel hoaks.
Dalam menangani hoaks, kata Semel, Kominfo bekerja sama dengan berbagai pihak mulai dari instansi Pemerintah, kepolisian, sektor swasta maupun organisasi masyarakat.
Penindakan hoaks dengan pendekatan penegakan hukum baru dilakukan jika pembuat hoaks tidak mau berkolaborasi. Selain itu, pendekatan hukum dilakukan jika Hoaks Covid-19 sudah berdampak pada ketertiban umum.
“Kami lebih suka memberi literasi dan pendidikan ke masyarakat, contoh misal hoaks kita stempel sehingga masyarakat bisa membandingkan,” kata Semuel, yang berharap agar masyarakat lebih berhati hati dalam menerima informasi yang didapat dari media sosial.
Ia menekankan perlunya prinsip verifikasi kebenaran informasi dilakukan. Perlu paham judul yang dibuat, apakah provokatif mengundang emosi. Masyarakat juga harus cari tau, perlu lakukan klarifikasi memeriksa fakta, dan siapa yang memberi pemberitaan ini.
“Kalau website baru kemaren dibuat, itu perlu dicurigai, fotonya, kadang caption-nya nggak sesuai. Ini bisa dilakukan aduan dan kami bisa lakukan tindakan, verifikasi,” pungkasnya. (Tumpak S)