SUARAINDONEWS.COM, Yogyakarta-nDalem Cokronegaran terletak di Jl. Rotowijayan, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bangunan itu berubah namanya menjadi Ndalem Cokronegaran, sebelumnya bernama Ndalem Joyokusuman, diambil alih oleh Kanjeng Pangeran Hario (KPH) Wiwoho Basuki Cokrohadiningrat yang dibeli dari keluarga Joyokusumo, sekarang menjadi kediaman pribadi.
Bangunan ini merupakan bangunan yang dibangun pada tahun 1916 dan memiliki keseluruhan tujuh konsep rumah Jawa.
Denah; Ndalem Cokronegaran memiliki luas tanah 1900 meter persegi dengan luas bangunan utama sekitar 900 meter.
Pendopo; Merupakan tempat untuk menyaring tamu yang bertandang ke rumah, siapa yang boleh dan tidak boleh memasuki kediaman mereka. Hal ini merupakan tugas suami sekaligus menjadi tempat satu-satunya di seluruh bangunan, di mana yang berkuasa adalah sosok suaminya.
Peringgitan; Merupakan ruang hiburan yang berfungsi untuk menghibur dan menjamu tamu – tamu yang bertandang ke kediaman ini. Hiburan yang dimaksud di sini salah satu contohnya adalah sebagai tempat menonton wayang. Biasanya layar wayang dipasang di antara Pendopo dan Peringgitan dan para tamu dapat menikmati pertunjukkan wayang di area Peringgitan.
Sentong Tengah dan Sentong Tengen; pada Sentong Tengah biasanya diletakkan benda-benda yang melambangkan kesejahteraan rumah tangga seperti ranjang, bantal dan lain sebagainya. Namun, setelah masuknya Islam hal-hal tersebut kemudian diganti dengan simbolis padi dan kapas.
Sentong Tengen (Kanan) berfungsi sebagai ruangan pusat tempat si empunya rumah beraktivitas. Sampai sekarang, bagian rumah yang ini masih difungsikan seperti itu. Sentong Kiwo (Kiri) berfungsi sebagai ruang tidur tamu. Namun saat ini ruangan ini dijadikan museum mini dari barang – barang peninggalan.
Gadri; Merupakan ruang keluarga. Bagian ini merupakan tempat kesukaan empunya rumah. Oleh karena itu disini dapat dilihat berbagai macam benda seperti gamelan, dan lain sebagainya.
Pawon; yang berarti dapur.
Hal yang membedakan antara rumah Jawa biasa dengan rumah Jawa pangeran dapat dilihat di bagian taman. Pada rumah Jawa pangeran terdapat satu buah tanaman, yaitu pohon kepel, yang zaman dulu tidak terdapat pada rumah-rumah Jawa biasa.
Pohon ini memiliki nilai filosofis yang mengikuti bentuk fisik tanaman tersebut. Karena batangnya yang lurus dan jarang memiliki cabang, kepribadian seorang pangeran diharapkan untuk mengikuti pola tumbuh batang pohon tersebut.
Selain pohon kepel, pada taman juga dapat kita lihat berbagai macam peliharaan yang melambangkan unsur: burung untuk udara, ikan untuk air, ayam untuk bumi.
(B.Sujarwanto; foto dok