SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Usman Thalib, sejarawan sekaligus narasumber film Banda the Dark Forgotten Trail, menyatakan, “Setelah menonton, sebagai pakar sejarah, saya harus mengatakan tidak ada kesalahan sedikitpun terkait dengan sejarah Banda sejak era sebelum kolonial sampai dengan saat ini. Jadi sungguh sangat aneh, belum menonton filmnya tapi sudah menyatakan ada kesalahan sejarah. Ancaman boikot terhadap film Banda the Dark Forgotten Trail sama halnya dengan ancaman terhadap pembangunan karakter dan nasionalisme anak bangsa di daerah ini. Demikian pula menjadi ancaman terhadap pembangunan kepariwisataan di Maluku.”
Klarifikasi untuk pelurusan kesalahpahaman ini juga telah disampaikan pada acara Rappler Talk 20 Juli 2017, dimana pada kesempatan tersebut telah bertemu dan berdiskusi dengan perwakilan saudara-saudara dari Banda yang ada di Jakarta dan permasalahan sudah dianggap selesai serta diterima dengan baik.
Sungguh sangat disayangkan bahwa hal ini semua terjadi sementara mereka justru belum menonton filmnya. Karena fokus film ini bukan mencari orang asli melainkan membicarakan apa yang tidak tersampaikan dalam sejarah mengenai kepulauan Banda sebagai salah satu pusat/epicentrum pencarian rempah dan pala sebagai yang mula mula endemik di sana.
Sebelumnya dikabarkan hadir demonstrasi yang dilakukan sekelompok orang di Ambon dan menemui DPRD untuk tidak menayangkan film Banda the Dark Firgottrn Trail. Dimana para pendemo tersebut diterima DPRD menyuarakan untuk menunda pemutaran film BANDA dengan alasan filmnya melakukan kesalahan sejarah dan telah menimbulkan keresahan yang akan bisa memicu perkelahian masyarakat.
Terkait dengan hal tersebut, bahwa sejak awal disebutkan dalam narasi di film, tidak pernah memberikan pernyataan bahwa suku Banda asli punah dari muka bumi. Bahkan sejak awal telah mengetahui dan mengakui eksistensi kelompok masyarakat Banda Eli dan Elat sebagai kelompok masyarakat Banda yang bermigrasi ketika terjadi kolonialisasi di Banda baik sebelum tahun 1621 maupun sesudah tahun tersebut.
Apalagi selanjutnya dilakukan penelusuran hingga ke Kampung Bandan (Jakarta Utara) dengan kesadaraan masih adanya orang asli Banda serta merujuk karya tulis Timo Kaartinen “Song of Travel, Stories of Place” yang secara spesifik meneliti masyarakat Banda Eli dan Elat. Jadi dalam film sendiri dijelaskan bahwa ada dua kelompok masyarakat di Banda, yakni masyarakat sebelum 1621 dan setelah 1621. Maka berharao semua pihak berkepala dingin dan menyaksikan dahulu filmnya yang akan beredar di bioskop pada 3 Agustus 2017 ini.
(tjo; foto ist