SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Hari Pendidikan Nasional bukan cuma momen pasang spanduk dan upacara. Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, menegaskan bahwa semangat menyediakan pendidikan berkualitas untuk semua warga negara harus diwujudkan nyata, bukan sekadar jargon.
Dalam pernyataannya memperingati Hari Pendidikan Nasional bertema “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu Untuk Semua”, Lestari menyoroti pentingnya kolaborasi semua pihak—dari pemerintah pusat sampai masyarakat paling bawah.
“Peringatan Hari Pendidikan Nasional harus dimaknai sebagai momentum untuk memperkuat kebijakan agar setiap warga negara mendapatkan layanan pendidikan berkualitas, seperti yang diperjuangkan oleh Ki Hajar Dewantara,” katanya, Jumat (2/5/2025).
Fakta Pedas di Balik Spanduk Hardiknas
Berdasarkan data BPS tahun 2024, penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas rata-rata cuma sekolah 9,22 tahun. Artinya, mayoritas baru lulus kelas 9 alias SMP. Padahal tahun ini, pemerintah sudah mewacanakan wajib belajar 13 tahun.
Jadi, cita-cita kuliah minimal D3 untuk semua anak bangsa? Masih PR besar.
Lestari menyentil bahwa kita masih jauh dari cita-cita pendidikan merdeka untuk semua. Ia mengingatkan kembali perjuangan Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan nasional yang dulu mendirikan Taman Siswa karena muak melihat pendidikan hanya milik kaum elite kolonial.
“Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa untuk memberikan pendidikan yang merdeka dan berkualitas kepada semua orang, tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi,” ujarnya.
“Tujuannya adalah inklusi, bukan eksklusivitas.”
Kebijakan Jangan Cuma Indah di Atas Kertas
Sebagai anggota Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, Lestari juga mendorong agar semua kebijakan pendidikan benar-benar diterapkan, bukan cuma diketik manis di dokumen perencanaan.
“Kebijakan harus diterapkan dengan baik sebagai bagian dari upaya mewujudkan layanan pendidikan bermutu untuk semua,” katanya.
“Pemangku kepentingan, baik pusat maupun daerah, harus punya komitmen nyata untuk melahirkan anak bangsa yang berdaya saing.”
Pendidikan Bukan Sekadar Seragam dan Ujian
Lestari menegaskan: jika ingin menciptakan generasi masa depan yang siap bersaing di dunia global, maka pendidikan harus inklusif, berkualitas, dan merata. Tidak hanya bisa diakses oleh yang mampu, tapi juga bagi mereka yang tinggal di daerah tertinggal atau ekonomi lemah.
Peringatan Hardiknas seharusnya jadi momen jujur: apakah pendidikan kita masih eksklusif dan elitis? Atau sudah benar-benar milik semua anak bangsa, seperti yang dicita-citakan Bapak Pendidikan?
Karena percuma bicara “Indonesia Emas 2045” kalau anak-anaknya masih terseok-seok cuma buat lulus SMA.
Kita tanya lagi: pendidikan untuk semua, atau masih untuk sebagian?
(Anton)