SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2025 sebesar 6,5 persen. Keputusan ini sedikit lebih tinggi dari usulan Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, yang merekomendasikan kenaikan sebesar 6 persen.
Langkah ini, menurut Presiden, diambil untuk menjaga daya beli pekerja sekaligus memastikan daya saing dunia usaha tetap terjaga. “Kenaikan UMP ini adalah bentuk jaring pengaman sosial, terutama bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan,” ujar Prabowo dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (29/11).
Landasan Ekonomi di Balik Kenaikan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada pertumbuhan ekonomi nasional dan tingkat inflasi.
“UMP 2025 landasannya jelas: pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Pemerintah sudah mempertimbangkan struktur biaya tenaga kerja di berbagai sektor,” ujar Airlangga, Senin (2/12), usai menghadiri rapat kerja bersama DPR.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan per November 2024 sebesar 1,55 persen, dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 4,95 persen pada triwulan III 2024. Kendati angka ini sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (5,05 persen), kebijakan kenaikan UMP diharapkan mampu mendorong konsumsi domestik.
Tanggapan Pengusaha dan Risiko PHK
Kebijakan kenaikan UMP ini memicu beragam reaksi dari kalangan pengusaha. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Anindya Bakrie, meminta agar para pelaku usaha menghindari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai langkah menghadapi kenaikan biaya operasional.
“PHK harus menjadi opsi terakhir. Jika tidak, kita hanya akan memperburuk kondisi ekonomi dan menambah angka pengangguran,” tegas Anindya.
Airlangga juga menegaskan bahwa pemerintah akan membentuk Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) untuk memantau dan merespons potensi PHK di tengah implementasi kebijakan ini. “Kami tidak ingin kenaikan UMP justru memicu dampak negatif yang besar,” tambahnya.
Sektor Terdampak Berbeda-Beda
Dampak kenaikan UMP terhadap sektor usaha bervariasi. Menurut Airlangga, sektor padat karya seperti manufaktur akan lebih terpengaruh karena tenaga kerja menyumbang hingga 30 persen dari total struktur biaya. Sebaliknya, sektor non-padat karya, seperti teknologi, memiliki dampak yang lebih kecil, yakni di bawah 15 persen.
Pemerintah berharap kebijakan ini dapat menjaga keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan kelangsungan usaha. “Kita ingin mendorong daya beli tanpa membebani dunia usaha secara berlebihan,” ujar Airlangga.
Optimisme Pemerintah
Prabowo Subianto menegaskan bahwa kenaikan UMP ini merupakan langkah strategis untuk membangun kepercayaan pekerja dan pengusaha dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
“Dengan daya beli yang meningkat, ekonomi akan bergerak lebih cepat. Ini bukan hanya soal angka, tetapi juga keberlanjutan ekosistem tenaga kerja di Indonesia,” tegas Presiden.
Dengan formula kenaikan berbasis data dan pendekatan dialogis, pemerintah optimistis kebijakan UMP 2025 ini dapat menjadi titik awal perbaikan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. “Langkah ini tidak hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk masa depan kita bersama,” tutup Prabowo. (Heru tri yuniarto)
(ANTON)