SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Aria Bima menyebut investasi PT Kereta Api Indonesia (KAI) pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dan Light Rapid Transit Jakarta Bogor Depok Bekasi (LRT Jabodebek) menjadi terobosan bisnis, alih-alih sekadar menjadi operator.
Politisi PDI Perjuangan itu tidak menampik bahwa investasi tersebut akan berdampak pada kesehatan keuangan perusahaan, namun menurutnya hal tersebut bisa menjadi langkah awal untuk menemukan pola bisnis baru.
“Ini langkah terobosan, memang, awalnya tidak sehat, tapi kita akan mulai dengan role baru, cara baru. Bagaimana infrastruktur kereta api juga melibatkan operator dari kereta api sendiri yaitu KAI,” tutur Aria setelah rapat Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR RI ke Kantor Pusat KAI di Bandung pada Kamis (2/2/2023).
Keterlibatan PT KAI dalam proyek KCJB dan LRT Jabodebek ini merupakan kali pertama perusahaan tersebut ikut berinvestasi pada pembangunan infrastruktur perkeretaapian.
Aria menyampaikan bahwa apabila KAI mampu menunjukan performa pada peran barunya maka besar kemungkinan perusahaan tersebut ikut mendukung proyek infrastruktur di daerah lain terutama yang berkaitan dengan aset yang dimiliki KAI.
“Kalaupun itu menjadi role model yang bagus akan kita lanjutkan di beberapa infrastruktur di daerah-daerah lain terutama, bagaimana mengelola, me-leverage aset KAI itu untuk bisa menjadi resources guna memperkuat keuangannya untuk investasi,” tambahnya.
Direktur Utama PT KAI Didik Hartantyo menjelaskan bahwa pembiayaan yang dilakukan kepada dua mega proyek tersebut berdampak pada kondisi kesehatan finansial perusahaan, terlebih setelah dihantam pandemi pada 2020 lalu.
Pemerintah telah memberikan suntikan modal melalui PMN sebesar Rp3,2 triliun kepada KAI yang akan digunakan untuk menekan pembengkakan biaya (cost over run) pada proyek ini.
Menanggapi hal di atas, Aria mengatakan bahwa tak menutup kemungkinan jika pola investasi nanti dikembalikan seperti sediakala. Namun, menurutnya perlu dilakukan evaluasi terlebih dahulu terkait dampak baik dan buruk yang disebabkan.
“Kalau, toh, itu nanti menjadi beban, akan kita kembalikan pola lama. Ini sebagai salah satu langkah terobosan saja untuk mencari pola baru investasi lewat kereta KAI yang bukan hanya sebagai operator. Nanti kita lihat, kita evaluasi baik buruknya,” ujar legislator Dapil Jawa Tengah V itu.
Proyek KCJB sendiri berada di bawah PT KCIC yang merupakan perusahaan patungan antara PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan Beijing Yawan, dengan proporsi kepemilikan saham masing-masing 60% dan 40%. Adapun PT PSBI merupakan konsorsium dari 4 BUMN yang terdiri dari PT Wijaya Karya, KAI, PTPN VIII, dan Jasa Marga.
Tempat berkumpul
Sementara itu, PT KCIC sebagai penanggung jawab pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) akan membangun Stasiun Halim sebagai bagian dari Transit Oriented Development (TOD).
Anggota Komisi VI DPR RI, Eko Hendro Purnomo berharap rencana tersebut dapat menjadikan kawasan halim sebagai titik berkumpulnya masyarakat untuk berkegiatan maupun sekadar berpindah moda transportasi.
“Saya berharap di Halim, wilayah Jakarta Timur itu benar-benar menjadi tempat berkumpulnya orang karena kita tahu bersama bahwa kereta api adalah moda transportasi massal. Kalau saya sarankan semua orang menggunakan kereta api untuk mengurangi kemacetan yang ada. Dan itu kereta cepat Jakarta Bandung dan bisa aja nanti bisa berlanjut ke tempat lain,” ujar politisi PAN itu.
Eko menjelaskan bahwa kawasan seluas 2,6 hektar tersebut nantinya akan didukung oleh perkantoran, apartemen hingga rumah sakit. Tak hanya sebagai titik henti kereta cepat, Stasiun Halim juga menghubungkan para penumpang dengan moda transportasi Light Rapid Transit Jakarta Bogor Depok Bekasi (LRT Jabodebek).
“Buat saya itu stasiun kereta api yang kekinian dan terbesar jika dibandingkan dengan stasiun yang ada. Kurang lebih 2,6 hektar untuk stasiun ditambah perkantoran ada tempat MICE, juga ada rumah sakit besar dan juga ada hotel dan apartemen. Tentunya yang diutamakan adalah stasiun tersebut,” jelasnya.
Stasiun Halim berdiri di atas lahan milik TNI AU yang disewa oleh PT KCIC selama 50 tahun. Penyewaan lahan ini kemudian disetorkan ke kas negara. PT KCIC sendiri yang merupakan perusahaan gabungan antara konsorsium dari 4 BUMN yang terdiri dari PT Wijaya Karya, KAI, PTPN VIII dan Jasa Marga melalui bendera PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PT PSBI) dengan perusahaan asal Tiongkok Beijing Yawan.
Legislator Dapil DKI Jakarta I yang meliputi kawasan Jakarta Timur itu mengingatkan agar kecepatan dan ketepatan harus menjadi prioritas dalam dalam pengerjaan infrastruktur KCJB maupun sarana pendukungnya. Ia juga sempat menyinggung terkait peristiwa anjloknya kereta teknis pada proyek tersebut.
“Dalam kondisi seperti ini, kebutuhan yang sangat penting sekali adalah kecepatan dan ketepatan. Jadi, jangan sekadar cepat aja, kalau tidak tepat. Akhirnya terjadi seperti yang kita ketahui bersama ada musibah, ada error dan sebagainya. Itu harus kita hindari apalagi sampai ada kematian,” kata Eko.
Anggota Badan Anggaran DPR RI ini juga menyebutkan dalam pembangunan TOD diperlukan sinergitas baik antar BUMN maupun perusahaan swasta. Ia mengumpamakan, tidak hanya moda transportasinya yang terintegrasi namun juga bisnis-bisnis yang ada di baliknya.
Dilansir dari berbagai sumber, TOD Halim sendiri telah dilirik oleh beberapa investor. Adapun rencananya selain Halim, PT KCIC akan membangun tiga TOD lainya di sekitar stasiun pemberhentian KCJB. (wwa)