SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai bahwa klaim anggota Komisi XI DPR RI terkait penerimaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) merupakan hal yang tidak pantas. Hal ini menyoroti adanya dugaan penyalahgunaan dana CSR yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan publik.
Dana CSR Harusnya untuk Publik
Lucius menjelaskan bahwa dana CSR merupakan wujud tanggung jawab sosial lembaga seperti BI kepada masyarakat. Oleh karena itu, penggunaannya tidak seharusnya menyasar kepentingan politik atau personal anggota dewan.
“Dana CSR itu adalah bentuk pertanggungjawaban sosial lembaga seperti BI kepada publik. Kalau dana ini justru digunakan untuk kepentingan politik anggota DPR, lalu di mana letak pertanggungjawaban sosialnya?” tegas Lucius.
Praktik yang Sudah Lama Terjadi
Menurut Lucius, praktik anggota DPR memanfaatkan dana dari mitra kerja seperti ini sudah lama berlangsung dan dianggap lazim. Ia mencontohkan bagaimana dana sosialisasi Pemilu dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dibagikan kepada anggota Komisi II DPR untuk digunakan di daerah pemilihan masing-masing.
“Selain dana CSR BI, banyak mitra komisi lain yang melakukan praktik serupa. Akibatnya, fungsi pengawasan DPR menjadi lemah,” jelasnya.
Konflik Kepentingan dan Lemahnya Pengawasan
Lucius menilai, adanya keterlibatan anggota DPR dalam mengelola dana yang seharusnya menjadi kewenangan kementerian atau lembaga pemerintah bisa menimbulkan konflik kepentingan. Hal ini berpotensi melemahkan fungsi pengawasan DPR terhadap mitra kerjanya.
“Bagaimana anggota DPR bisa mengawasi sesuatu yang mereka kerjakan sendiri? Apalagi, bukan tidak mungkin anggota DPR yang meminta jatah anggaran ini,” ujar Lucius.
Dugaan Penyalahgunaan untuk Kepentingan Pribadi
Lucius juga mengkhawatirkan adanya potensi penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi. Ia menduga, dalam beberapa kasus, dana CSR atau dana lain yang diberikan kementerian atau lembaga kepada anggota DPR tidak dipertanggungjawabkan dengan baik.
“Bisa saja dana itu masuk ke kantong pribadi karena kementerian atau lembaga yang bekerja sama dengan Komisi DPR tidak mau memeriksa penggunaannya secara rinci,” tambahnya.
Formappi Desak KPK Bertindak
Menanggapi hal ini, Formappi mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan dana CSR BI oleh anggota Komisi XI DPR RI. Formappi juga meminta KPK untuk mendalami lebih jauh pola penggunaan dana CSR oleh para anggota DPR.
“KPK harus segera turun tangan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana CSR ini,” pungkas Lucius.
Refleksi untuk Transparansi
Kasus ini menjadi pengingat bahwa dana CSR, yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, harus dikelola secara transparan dan tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan politik. Peran lembaga pengawasan seperti KPK sangat penting untuk memastikan bahwa praktik-praktik semacam ini tidak terus berulang di masa depan.
(Anton)