SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Goyang Gemu Fa Mi Re yang, tercipta di hutan dekat kota Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Popularitas lagu, musik serta goyangnya yang khas, sudah mendunia sejak 2013. Bahkan, sering disebut-sebut sebagai tarian perdamaian dan pemersatu.
“Penciptanya, Nyong Franco, pun sudah berulang kali menerima penghargaan, baik dari MURI, TNI, Polri, bahkan swasta. Sayangnya, Nyong Franco mengaku tidak menerima royalti yang layak,” ujar Sandec Sahetapy menyayangkan.
Kabar tidak mengenakkan tersebut disampaikan Sandec, selaku Ketua Umum PELARI Nusantara (Pencipta Lagu Rekaman Industri Nusantara), dalam acara selamatan, usai mendapat izin resmi sebagai Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) melalui Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri, Dephukham RI.
“Semoga dengan bergabungnya Nyong Franco di LMK PELARI Nusantara, akan merasakan hak ekonominya lebih baik dan transparan,” harap Sandec, saat ditemui di bilangan Cipaku, Jakarta Selatan, Selasa (14/12).
“Pelari Nusantara siap menjadi lokomotif modernisasi pengelolaan royalti musik, yang pada akhirnya pencipta lagu menerima haknya lebih baik, karena pencipta lagu telah menghasilkan berjuta lapangan pekerjaan melalui hasil karyanya,” serunya.
Tidak berhenti hanya pada Nyong Franco saja. Sandec juga menyebut nama-nama musisi yang karya lagunya terkenal, sudah bergabung dengan PELARI Nusantara. Sebut saja Fariz RM, Keenan Nasution, Rudy Rampengan dan masih banyak lagi.
LMK PELARI Nusantara didirikan pada 1 Juni 2017 oleh alm. Fritz Aritonang dan kawan-kawan. Kini beranggotakan sekitar 235 orang para pencipta lagu atau pemberi kuasa.
“Puji Tuhan, saya mendapat kepercayaan dari teman-teman pencipta lagu untuk memimpin LMK PELARI Nusantara. Saya berusaha keras agar dalam mengelola LMK-Pelari ini nantinya bisa berjalan adil, transparan dan akuntabel,” kata Sandec, didampingi jajaran pengurus PELARI Nusantara.
Caranya, sebelum pendistribusian royalty kepada para pemilik hak nantinya, akan terlebih dulu agar tidak menjadi fitnah.
“Kuratornya berasal dari orang luar sistem yang berdiri secara independen,” jelas Sandec, yang optimis, jika semua berjalan baik maka dalam kurun waktu 3 sampai 4 tahun mendatang royalti yang berhasil dikumpulkan LMKN bisa mencapai Rp1 Triliun.
Sandec pun merinci lebih dari 14 tempat usaha yang wajib membayar royalti penggunaan karya cipta lagu. Mulai dari karaoke, restoran, kafe, bar, bistro, kelab malam, diskotek, konser musik, pesawat udara, bus, kereta api, kapal laut, pameran bazar, bioskop, pertokoan, pusat rekreasi, nada tunggu telepon seminar, konferensi komersial, lembaga penyiaran radio, lembaga penyiaran televisi, hotel dan fasilitasnya.
“Jika bisa dimaksimalkan, maka dalam jangka waktu 3 sampai 4 tahun ke depan bisa mencapai 1 Triliun Rupiah, royalti yang bisa dikumpulkan oleh LMKN untuk dibagikan kepada para pemilik hak,” jelasnya.
Dalam urusan memuliakan para pencipta lagu sebagai pemilik hak eksklusif, Sandec berkeinginan seperti yang dijalankan di Amerika Serikat, sehingga musisi nggak perlu pusing lagi memikirkan nasib royalti karena sudah ada PELARI Nusantara yang mengelola.
“Musisi di Amerika dan Eropa cukup mikirin karyanya saja, karena regulasi royalti di sana udah bagus. Bukan tidak mungkin nanti tahun depan aku akan berangkat ke California untuk mempelajari lebih mendalam sistem kerja Royalti tersebut. Selanjutnya kita adaptasi sesuai kondisi di Indonesia,” jelas Sandec lebih jauh.
Sebagai sebuah lembaga baru, LMK PELARI Nusantara tentu masih harus banyak belajar dalam mengelola royalti. Langkah awalnya, Sandec ingin mengirimkan stafnya untuk belajar ke LMK Kompass di Singapura. (Tumpak S)