SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK), buka suara soal langkah kontroversial Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang kembali memberlakukan tarif impor tinggi terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Menurut JK, kebijakan itu bukan murni soal ekonomi. Ini soal politik. Geopolitik. Strategi negosiasi.
“Jadi ini isu pressure sebenarnya. Isu politik, untuk menjaga daya saingnya Amerika. Supaya dia bisa berunding,”
— Jusuf Kalla
Strategi “Tarif Tinggi Dulu, Baru Diskon Saat Negosiasi” Ala Trump
JK menyebut kebijakan tarif impor ini tak jauh beda dengan gaya negosiasi ala pengusaha:
“Saya mendapatkan beli sesuatu, kasih dulu harga tinggi, baru berunding. Jadi ini angka-angka pressure,”
— JK
Trump, katanya, menggunakan kebijakan ekonomi sebagai alat tekanan (pressure tool) agar bisa memaksa mitra dagang — seperti Indonesia, China, hingga Vietnam — untuk duduk di meja negosiasi dengan posisi tawar rendah.
China dan Vietnam Masih Bisa Masuk, Lho… Tapi Kenapa?
JK menjelaskan bahwa produk dari China dan Vietnam masih bisa masuk pasar AS karena perjanjian perdagangan bebas yang sudah berjalan. Bahkan, Amerika lebih senang beli dari Vietnam ketimbang dari negara-negara lain karena biaya produksi dan tenaga kerja di ASEAN jauh lebih murah.
Membangun Industri AS Sendiri? Gak Segampang Itu, Donald!
JK meragukan kemampuan AS untuk langsung membangun industri dalam negerinya sendiri sebagai pengganti produk impor. Alasannya? Tenaga kerja mahal dan pabrik butuh waktu lama untuk dibangun.
“Katakanlah industri sepatu tetap di Amerika, buruhnya dari mana? Bagaimana bisa mempersiapkan pabrik dalam beberapa bulan, tiba-tiba?”
— JK
Negosiasi Masih Terbuka, Trump Mainkan Strategi Lama
Menurut JK, Trump sedang memainkan strategi yang sama seperti periode pertamanya: naikkan tarif setinggi mungkin untuk memaksa negosiasi, lalu perlahan dipangkas ketika kesepakatan dicapai.
“Itu biasa, dulu periode pertama Trump begitu juga. Pangkas setelah itu turun,”
— JK
Kesimpulan: Tarif Ini Bukan Akhir, Tapi Pembuka Negosiasi
Jusuf Kalla menekankan bahwa tarif tinggi ini bukan ancaman akhir, tapi bagian dari permainan diplomasi dagang. Negara-negara yang kena imbas — termasuk Indonesia — harus cerdas membaca situasi dan siapkan strategi negosiasi yang kuat.
(Anton)