SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Tujuan awal diusulkannya dana desa oleh Dewan Perwakilan Daerah RI di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, untuk menyeimbangan proses pembangunan yang semula terpolakan top – down menjadi bottom-up, yang kemudian diundangkan dalam UU No.6 Tahun 2014, jelas Drs. H.A.Hafidh Asrom, MM, Anggota DPD RI dari Komite I DPD RI di ruangannya.
Nah di era pemerintahan Presiden Jokowi, lewat UU tersebut masyarakat Desa bak mendapatkan ‘durian runtuh’ dengan terus bertambahnya Dana Desa yang dikucurkan di setiap desanya, setiap tahunnya.
Namun disisi lalin realitas setiap pemilihan Kepala Desa yang lebih memilih personalitasnya (orangnya, red) dan terkesan kuat seolah memilih seorang eksekutif sehingga lebih memperjuangkan hak pemilihnya bukan memperjuangkan pembangunan daerahnya. Ini menjadi persoalan penting bagi keberadaan dana-desa di masing-masing wilayahnya tersebut, lanjut Anggota DPD-RI asal Daerah Istimewa Yogyakarta ini.
Akhirnya terkait distribusi Dana Desa ke setiap desa di seluruh Indonesia itu dianggap belum mencerminkan berkeadilan. Baik di lihat dari luasan area desanya, jumlahnya penduduknya, jumlah penduduk miskinnya dan sebagainya. Dengan kata lain, apa yang sudah berlangsung hingga saat ini sistem distribusi Dana Desa masih dinilai masih belum tepat sasaran.
Apalagi jika dikaitkan juga dengan tingkat pendidikan para pengelola Dana Desa tersebut, sistem manajemennya, serta akuntabilitas dari pada sistem pelaporannya, yang cenderung menjadi celah untuk terjerat pada tindak pidana korupsi. Belum lagi Jaksa nya juga merasa berwenang menyidik, polisinya merasa menyidik, inspektoratnya pun demikian dan seterusnya.
Oleh karenanya, tambah Drs. H.A.Hafidh Asrom, MM, yang telah tiga periode berkiprah di DPD-RI, lembaga ini telah melakukan langkah-langkah advokasi (menjembatani kepentingan masyarakat desa, red) serta pendampingan terhadap persepsi-persepsi semacam itu di masyarakat. Termasuk persepsi aparat yang dianggap kerap mencari-cari permasalahan terhadap pengelolaan Dana Desa, persepsi implementasi MOU 3 lembaga yang dinilai semakin memperuncing pengawasan Dana Desa, dan sebagainya.
Seperti diketahui Presiden mengarahkan program-program Dana Desa untuk pembangunan infrastruktur di desa-desa berdasarkan hasil MusrenbangDes, tentunya. Namun DPD RI lebih mengusulkannya setidaknya 20 persen dari Dana Desa dialokasikan untuk Pendidikan yang belum dijangkau Pusat.
Oleh karenanya dengan tambahan Dana Desa di tahun 2018 yang mencapai Rp 120 Triliun atau hampir Rp 1.4 Miliar per Desa per triwulan, diharapkan trend positif kemajuan pembangunan Desa melalui distribusi Dana Desa ke seluruh Indonesia dapat bisa berjalan baik. Kalau faktanya justeru tidak dapat diawasi dalam pemanfaatan serta penyerapannya maka Dana Desa besar kemungkinan dapat di evaluasi lembali sistem pendistribusian dan pemanfaatannya, ujar Hafidh Asrom menyudahi.
(tjo; foto benksu