SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Anggota DPR RI H. Lulung Lunggana berharap dapat mengejar Peraturan Pemerintah sebagai amanah dari pelaksanaan UU 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN 2007 No. 93; TLN 4744).
Dengan kata lain, Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta (Provinsi DKI Jakarta) adalah provinsi yang mempunyai kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena kedudukannya sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi DKI Jakarta diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah dan pemilihan kepala daerah, kecuali hal-hal yang diatur tersendiri dalam UU 29/2007, lanjut H.Lulung usai Pengajian Dwi Mingguan ke-9 Bamus Betawi di Yayasan Alhuda, Cengkareng, Jakbar (4/10).
Jadi Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi. Sehingga Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional, jelas H.Lulung Lunggana.
“Masalah ibukota pindah, perlu diingat bahwa negara masih berhutang dengan orang Betawi, UUD Pasal 18 B. Jadi pindah ibukota bukan lantaran macet, banjir atau rawan gempa. Negara masih berhutang dengan masyarakat Jakarta, orang orang Betawi. Setelah ada Undang-Undang 29 tahun 2007, seharusnya ada PP yang mengatur tentang kekhususan Jakarta,” jelas H.Lulung Lunggana yang menginginkan dapat masuk di Komisi III DPR RI.
Seperti diketahui, Pasal 18B menegaskan (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Ketentuan ini mendukung keberadaan berbagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau istimewa (baik provinsi, kabupaten dan kota, maupun desa). Contoh satuan pemerintahan bersifat khusus adalah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta; contoh satuan pemerintahan bersifat istimewa adalah Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta dan Daerah Istimewa (DI) Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Satuan pemerintahan di tingkat desa seperti Gampong (di NAD), Nagari (di Sumatera Barat), Dukuh (di Jawa), Desa dan Banjar (di Bali) serta berbagai kelompok masyarakat di berbagai daerah hidup berdasarkan adat dengan hak-haknya seperti hak ulayat, tetapi dengan satu syarat bahwa kelompok masyarakat hukum adat itu benar-benar ada dan hidup, bukan dipaksa-paksakan ada; bukan dihidup-hidupkan. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, kelompok itu harus diatur lebih lanjut dalam peraturan daerah yang ditetapkan oleh DPRD. Selain itu, penetapan itu tentu saja dengan suatu pembatasan, yaitu tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip negara kesatuan.
Belum lagi, adanya aturan yang menyebutkan bahwa Walikota diangkat oleh Gubernur atas pertimbangan DPRD dan berasal dari Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan Undang-Undang Dasar mengatakan Gubernur/Walikota/Bupati dipilih secara demokrasi dan provinsi-provinsi daerah diberikan seluas-luasnya. Itu berarti bertabrakan.
“Jangan ada sekali-sekali, siapapun dia, yang mengatasnamakan orang Betawi mendiskusikan persoalan-persoalan pindah Ibukota. Apalagi dengan alasan seperti itu tadi. Ibukota boleh pindah nggak, boleh aja pindah tapi bayar dulu hutangnya. Lunasi dahulu sama orang Jakarta, orang Betawi. Masa orang Jakarta, Orang Betawi nggak punya seperti orang lain hak politiknya. Kembalikan dahulu hak politik dan hak ekonomi orang Jakarta, orang Betawi, pasti orang Jakarta, orang Betawi jadi lebih keren. Baru kita pertimbangkan pindah Ibukota, bahkan kita akan kasih masukan masukan rasionalnya serta dari sisi pertahanan negaranya,” tutup H.Lulung, yang didampingi Sekjen Bamus Betawi, Syarif Hidayatullah, Wakil Ketum Bidang 3 Bamus Betawi, KH. Yus Fadillah, Taufik Hidayat MPd, salah satu Ketua Bamus Betawi serta Ketua Yayasan AlHuda, Hermansyah.
(pung; foto dok