SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Rencana penutupan layanan TransJakarta Koridor 1 yang bersinggungan dengan jalur MRT Fase 2A hingga saat ini masih dalam tahap pembahasan. Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum menerima naskah akademis atau dokumen pendukung untuk mengkaji keputusan tersebut.
Belum Final, Baru Sebatas Pembahasan
Menurut Teguh, pembahasan rencana ini dilakukan antara Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta dan DPRD, namun belum sampai ke meja pemerintah provinsi untuk difinalisasi.
“Belum ada keputusan tentang itu. Bahkan, belum sampai ke meja saya. Jadi pembahasan ini sifatnya masih antara DPRD dan OPD (Organisasi Perangkat Daerah). Nota dinas resmi juga belum ada, sehingga kami belum bisa mengomentari lebih jauh,” ujar Teguh pada Selasa, 24 Desember 2024.
Teguh menjelaskan, pemerintah daerah akan mengkaji lebih lanjut setelah dokumen-dokumen pendukung diterima. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek pelayanan publik sebelum mengambil keputusan.
Mengapa Rute Koridor 1 Dipertimbangkan untuk Ditutup?
Dishub DKI Jakarta sebelumnya mengusulkan rencana penghapusan rute TransJakarta Koridor 1 Blok M-Kota karena bersinggungan dengan jalur MRT Lebak Bulus-Kota. Kepala Dishub, Syafrin Liputo, menyebut langkah ini bertujuan mengurangi tumpang tindih antarmoda transportasi.
“Jika MRT Lebak Bulus sampai Kota sudah terbangun, maka rute Koridor 1 TransJakarta Blok M-Kota akan ditiadakan,” ujar Syafrin, Jumat (20/12/2024).
Rencana ini juga menyebutkan penghapusan Koridor 2 TransJakarta (Pulo Gadung-Harmoni) setelah seluruh jaringan MRT rampung, yang diperkirakan selesai sekitar tahun 2029.
Pengamat: Kebijakan Penutupan Tidak Tepat
Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, menilai bahwa rencana penghapusan rute TransJakarta Koridor 1 kurang tepat. Menurutnya, meskipun pemerintah berupaya mengadopsi kebijakan negara maju untuk mencegah tumpang tindih moda transportasi, kebijakan tersebut tidak bisa langsung diterapkan di Indonesia.
“Mereka lupa bahwa kesenjangan di Indonesia masih sangat tinggi. Orang kaya dan miskin di sini sangat berbeda,” ujar Djoko.
Djoko menjelaskan bahwa TransJakarta dengan tarif terjangkau (Rp 3.500) menjangkau masyarakat menengah ke bawah, sedangkan MRT yang tarifnya mencapai Rp 14.000 lebih cocok untuk kalangan menengah ke atas.
“Jika Koridor 1 TransJakarta dihapus, belum tentu masyarakat mau beralih ke MRT karena tarifnya jauh lebih mahal. Kecuali tarif MRT disamakan dengan TransJakarta,” tambah Djoko.
Ia juga menyarankan pemerintah untuk mempertahankan layanan TransJakarta, sekaligus mengembangkan MRT agar masyarakat dari berbagai latar belakang ekonomi tetap memiliki pilihan moda transportasi yang sesuai.
Apa Selanjutnya?
Pj Gubernur Teguh memastikan bahwa keputusan terkait TransJakarta Koridor 1 akan melalui kajian mendalam dengan mempertimbangkan pelayanan masyarakat. Ia menegaskan bahwa prioritas utama adalah memastikan transportasi publik tetap inklusif dan terjangkau.
Sementara itu, diskusi dan evaluasi antara Dishub dan DPRD akan terus berjalan hingga ada kejelasan lebih lanjut mengenai kebijakan ini. Rencana penghapusan rute sendiri baru akan dieksekusi setelah MRT Fase 2A selesai dibangun pada 2029.
(Anton)