SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Kalau memang sudah ada Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), seharusnya itu merupakan hak kami sebagai pelapor, jika kemudian laporan kami dinyatakan oleh penyidik dihentikan. Sehingga tidak membuat para korban Jam’an Nurchotib Mansur alias Yusuf Mansur, yang mencari keadilan hukum untuk mendapatkan kepastian hukum yang jelas,” tegas Rahmat K.Siregar SH, dari Surabaya (16/10).
Karena sampai hari ini, kuasa hukum para korban penipuan Jam’an Nurchotib Mansur alias Yusuf Mansur (YM) hanya menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke-4 bernomor B/1590/SP2HP-4/IX/2017/Ditreskrimum, tertanggal 28 September 2017, yang di dalamnya menyebutkan bahwa perkara dihentikan karena tidak terdapat cukup bukti. Namun tidak menerima Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dimaksud Polda Jawa Timur sebagaimana yang terpublis selama ini.
Tentang SP3, semua jelas disebut dalam Peraturan Kapolri No. 14 thn 2012 pasal 76 ayat 3 yang menyatakan bahwa, “Dalam hal dihentikan penyidikan, penyidik wajib mengirimkan surat pemberitahuan penghentian penyidikan kepada pelapor, JPU, tersangka atau penasihat hukumnya.”
“Kasus ini menguap begitu saja di meja polisi, ada apa,” terang Darso meski mengaku tidak kaget jika Polda Jatim mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan alasan kurangnya alat bukti sekali pun atas pelaporan kasus dugaan penipuan berkedok investasi Condotel Moya Vidi di Jawa Timur dengan terlapor Jam’an Nurchotib Mansur alias Yusuf Mansur (YM) ini.
Darso Arief Bakuama dan Rahmat K.Siregar, SH selaku pelapor dan kuasa hukum para korban sudah menduga pengungkapan kasus ini akan mengalami kendala. “Sebelumnya kami sudah diingatkan banyak orang, bahwa “melawan” Yusuf Mansur bukan hal mudah, karena sama juga dengan dengan melawan kekuatan besar, yakni kekuatan uang dan kekuatan koneksi,” ujar Darso saat melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi (16/10).
(***