SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Jombang, Jawa Timur, Gudang Bulog di Kabupaten Jombang jadi panggung “reality show” kebijakan pangan nasional ketika Komisi IV DPR RI turun langsung meninjau kondisi di lapangan. Dalam Kunjungan Kerja Spesifik itu, muncul kritikan pedas sekaligus harapan besar yang disuarakan para anggota dewan.
Anggota Komisi IV, Slamet, tak tanggung-tanggung menyentil kebijakan pemerintah soal pembatasan penyerapan hasil panen oleh Bulog yang hanya diberi jatah… 10 persen saja! Sisanya? Silakan rebutan di pasar bebas. Dan siapa yang kuat, dia yang menang.
“Pemerintah membatasi penyerapan Bulog hanya sekitar 10 persen, jadi 90 persen sisanya ini ada di pihak swasta,” kata Slamet, dengan nada yang nyaris seperti menyindir.
“Ke depannya saya harap jangan dibatasi. Justru seluruh panen rakyat—mau gabah, mau padi—semua harus diserap 100 persen oleh pemerintah. Memang butuh anggaran besar, tapi ya gapapa. Toh, yang sejahtera rakyat juga.”
Bahasa halusnya: kalau pemerintah serius ingin petani makmur, jangan kasih bola ke swasta dan harap petani bisa cetak gol sendirian.
Sementara itu, koleganya di Komisi IV, Guntur Sasono, memilih nada yang lebih kalem tapi tetap penuh pesan. Ia menyebut kebijakan penyerapan oleh Bulog sebagai “gerakan awal” yang patut dihargai. Tapi ya, baru awal. Jangan buru-buru puas.
“Ini langkah yang harus diapresiasi, gerakan awal yang bagus untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia. Tapi ini baru mulai. Petani baru bangun, pemerintah juga baru bangun,” ujar Guntur.
“Saya belum bisa bilang petani sudah berhasil. Tapi yang saya yakini, negara akan kuat kalau ketahanan pangannya kuat. Maka petaninya harus makmur.”
Catatan pentingnya: jangan cuma semangat di awal, tapi lelah di tengah. Kalau mau Indonesia jadi lumbung pangan dunia, ya jangan pelit bantu petani.
Kenapa Ini Penting?
Ketahanan pangan bukan cuma soal gudang beras penuh. Tapi bagaimana petani bisa hidup layak dari hasil panennya. Kalau hasil panen cuma diserap 10 persen oleh negara dan sisanya dilepas ke tangan swasta, yang terjadi adalah:
- Harga gampang dimainkan,
- Tengkulak berseliweran,
- Petani buntung duluan.
Satu-satunya cara agar pangan Indonesia kuat adalah dengan berpihak ke petani. Bukan sekadar slogan, tapi aksi konkret. Misalnya? Ya, serap hasil panen mereka secara maksimal, jaga harga tetap stabil, dan pastikan negara hadir bukan sekadar jadi penonton.
Kalau pemerintah serius mau jadi “lumbung pangan dunia”, jangan setengah-setengah. Karena petani bukan sekadar penghasil gabah, mereka fondasi ketahanan negeri. Dan seperti kata Komisi IV, kalau petani makmur, negara pun kuat.
Mau ikut tepuk tangan atau mulai bertanya, “Ini serius dibenerin, atau cuma pencitraan?”
(Anton)