SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Yogyakarta, ** Gelombang PHK massal di industri media bukan cuma bikin dapur wartawan tak lagi ngebul—tapi bisa bikin demokrasi kita ikut ngos-ngosan. Itu yang disorot tajam oleh Anggota DPD RI asal DIY, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A., atau yang akrab disapa Gus Hilmy.
Dalam pernyataan tertulis yang dirilis Ahad (4/5), Gus Hilmy menyebut fenomena ini sebagai “alarm keras bagi demokrasi Indonesia.”
“Ketika pekerja media kehilangan ruang dan kesempatan, ini bukan cuma krisis tenaga kerja. Ini alarm demokrasi. Media tumbang, suara publik hilang. Yang terancam bukan hanya pekerjanya, tapi hak masyarakat untuk dapat informasi yang jernih dan objektif,” tegasnya.
Media Bukan Sekadar Bisnis!
Gus Hilmy—yang juga Katib Syuriyah PBNU dan anggota Komite II DPD RI—menyoroti tantangan berat yang dihadapi industri media, mulai dari efek digitalisasi hingga tekanan ekonomi global. Tapi ia mengingatkan: media itu bukan sekadar perusahaan yang jualan berita. Mereka adalah pilar demokrasi.
“Ekonomi boleh belum pulih, tapi jangan sampai demokrasi jadi tumbalnya. Pemerintah harus hadir, harus bertanggung jawab!”
Harus Ada Aksi Nyata: Perlindungan & Stimulus
Gus Hilmy menyebut, media tak cukup hanya disuruh “bertahan”. Negara harus kasih perlindungan khusus, baik dari sisi ekonomi, moral, hingga strategi digital.
“Media perlu stimulus! Keringanan pajak, iklan layanan masyarakat, dan pendampingan digitalisasi. Media kecil-menengah jangan dibiarkan tenggelam sendirian di tengah gempuran platform global,” ujarnya.
Jangan Andalkan Iklan, Ayo Kolaborasi!
Dalam situasi seperti ini, kata Gus Hilmy, media juga harus berani adaptif. Jangan cuma mengandalkan iklan. Harus kreatif, kolaboratif, dan bangun ekosistem baru.
“Jalin kolaborasi dengan kampus, komunitas, pesantren, hingga UMKM. Bikin konten yang edukatif, membangun, dan punya nilai ekonomi. Jangan hanya nunggu bola, tapi jemput bola!”
Tahun Politik: Jangan Jadi Corong Kekuasaan
Gus Hilmy juga memberikan warning khusus jelang tahun-tahun politik. Media, katanya, harus tetap independen, berani bicara, dan tidak jadi corong propaganda.
“Media jangan cuma jadi tukang stempel! Harus berani angkat isu-isu yang kritis—UU TNI, food estate, sampai proyek kontroversial seperti Danantara. Jangan takut berbeda!”
Menutup pernyataannya, Gus Hilmy menekankan pentingnya membela pers yang merdeka sebagai syarat mutlak demokrasi yang sehat.
“Kalau media ambruk, demokrasi bisa ikut roboh. Maka, jaga media berarti jaga masa depan bangsa!” — Gus Hilmy
(Anton)