SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Lombok Tengah, Tangisan para korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tak lagi bisa diabaikan. Di balik janji-janji manis bekerja di luar negeri, ribuan WNI justru terjebak dalam mimpi buruk! Komisi I DPR RI pun angkat suara. Kali ini, mereka tak mau lagi sekadar diam melihat anak-anak bangsa dijual atas nama pekerjaan.
“Sudah cukup rakyat jadi korban! Jangan sampai ada lagi yang tertipu! Negara harus hadir!” tegas Anggota Komisi I DPR RI, Machfud Arifin, dengan nada lantang saat Kunjungan Kerja Spesifik di Lombok Tengah, Jumat (2/5/2025).
Machfud mengungkapkan fakta mengejutkan: NTB kini masuk 5 besar provinsi pengirim tenaga kerja terbanyak ke luar negeri. Tapi ironisnya, banyak dari mereka justru diberangkatkan secara ilegal! Janji kerja di Jepang dan Taiwan yang terdengar mulia, nyatanya hanya tipu-tipu. Uang puluhan juta pun raib, mimpi tinggal mimpi.
“Itu TPPO, bukan sekadar penipuan. Korban sudah bayar mahal tapi tak kunjung diberangkatkan. Mereka dijebak!” ujar Machfud dengan nada geram.
Tak main-main, ia juga menyoroti lemahnya perlindungan hukum bagi WNI yang berangkat tanpa jalur resmi. Contoh paling tragis? Kasus penyekapan WNI di Kamboja yang sempat mengguncang jagat maya. “Kalau negara tidak hadir, nyawa taruhannya!” tegasnya lagi.
Sementara itu, Anggota Komisi I lainnya, Slamet Ariyadi, menyoroti celah besar di sektor keimigrasian. Ia dengan tegas meminta pembuatan paspor diperketat! Tak boleh ada lagi paspor terbit tanpa tujuan jelas. “Jangan asal cetak paspor! Tanya dulu, mereka mau ke mana? Untuk apa?” katanya.
Slamet juga menegaskan: “Negara harus melindungi semua WNI, baik legal maupun ilegal. Jangan pilih kasih. Saat mereka di luar negeri, mereka tetap anak bangsa!”
Ia menyerukan agar pemerintah aktif mengedukasi masyarakat dari awal. “Jangan hanya dengar ada lowongan kerja lalu buru-buru berangkat. Tanpa edukasi, tanpa pengawasan, mereka akan jadi santapan empuk para sindikat TPPO!”
Suara lantang dua legislator ini adalah alarm keras bagi pemerintah. Negara tak boleh lagi sekadar jadi penonton saat warganya dijual atas nama harapan!
(Anton)