SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Proses penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) yang mengusulkan kemasan rokok tanpa identitas merek menimbulkan polemik besar. Langkah ini ditentang oleh berbagai pemangku kepentingan, mulai dari para petani tembakau, pekerja di industri kreatif, hingga pedagang. Banyak pihak meminta agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak mengabaikan dampak ekonomi dari aturan tersebut.
DPR: Perlu Diskusi Lintas Sektor untuk Capai Kesepakatan
Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menyerukan perlunya dialog antara pemerintah dan pihak yang terdampak. Ia mengingatkan bahwa industri tembakau memberikan kontribusi besar bagi negara melalui cukai dan lapangan kerja. Menurutnya, kebijakan tidak boleh berpihak pada satu sektor, melainkan harus memperhatikan kesejahteraan petani tembakau dan pekerja di industri ini.
Willy menambahkan, “Belajar dari sektor tekstil, kita tidak bisa mengabaikan risiko PHK yang dapat memperburuk situasi tenaga kerja. Industri tembakau juga melibatkan jutaan tenaga kerja, jadi Kemenkes harus berhati-hati.”
Kemenaker: Kebijakan Berisiko Menambah Pengangguran
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker, Indah Anggoro Putri, menyatakan keprihatinannya terhadap dampak dari kebijakan ini. Ia memperingatkan bahwa sektor tembakau, sebagai sektor padat karya, dapat mengalami peningkatan angka PHK jika aturan ini diterapkan. Industri tembakau juga menyerap ratusan ribu pekerja, termasuk di sektor kreatif, sehingga kebijakan ini dianggap berisiko besar.
“Kami mencatat industri kreatif mendukung 725.000 tenaga kerja. Jika Rancangan Permenkes diterapkan, dampak negatifnya akan sangat besar,” ujarnya.
Kemenkes: Kebijakan Memerlukan Titik Temu antara Ekonomi dan Kesehatan
Di pihak Kemenkes, Staf Ahli Bidang Hukum Sundoyo menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat. Namun, ia juga mengakui pentingnya keseimbangan antara tujuan ekonomi dan kesehatan. “Kemenkes tetap membuka diri untuk mendengarkan masukan, baik dari pemerintah maupun masyarakat, untuk mencari solusi terbaik,” ungkapnya.
Penolakan dari Petani dan Pedagang
Perwakilan petani tembakau, Ketua DPC APTI Bondowoso, Muhammad Yasid, mengeluhkan bahwa banyak masukan dari para petani tidak ditindaklanjuti oleh Kemenkes. Yasid menegaskan bahwa petani tembakau sangat bergantung pada komoditas ini untuk kelangsungan hidup mereka. “Kami menolak Rancangan Permenkes ini karena dampaknya bisa merusak perekonomian petani,” ujar Yasid.
Junaedi, Ketua Perkumpulan Pedagang Kelontong Seluruh Indonesia, juga menyatakan keberatannya. Ia menyebut kebijakan kemasan seragam menyulitkan penjualan, mengingat rokok adalah produk yang memikat konsumen untuk membeli barang lainnya. “Jika penjualan rokok turun, produk lainnya juga akan terpengaruh,” katanya.
Desakan Akan Partisipasi Lebih Luas
Anggota Komisi IX DPR, Nurhadi, menekankan bahwa proses perumusan Rancangan Permenkes ini harus melibatkan Kementerian Ketenagakerjaan serta Kementerian terkait lainnya agar dampaknya dapat dikaji secara menyeluruh. “Jangan sampai aturan ini diterbitkan tanpa masukan dari semua pihak,” pungkasnya.
Dengan beragamnya pendapat dari sektor ekonomi, kesehatan, hingga keagamaan, para pemangku kepentingan mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan ini secara mendalam demi menghindari dampak negatif yang lebih luas.
(Anton)