SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Tampil di Gedung Pewayangan Kautaman Jakarta Timur, 25 April 2017 nanti, lakon Mintaraga bakal menandai 107 Tahun Wayang Orang (WO) Sriwedari, Sekaligus digelarnya Kongres IX SENAWANGI (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia), berkat kerjasama Dinas Kebudayaan Kota Surakarta, dengan Triardhika Production.
Lakon “Mintaraga” memberi tafsir bahwa ketika seseorang mencapai tingkatan tertinggi — akan kembali dipertanyakan — apakah pencapaian tersebut telah sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Dalam arti apakah sebagai “titah” yang harus diemban sebagai tugas kemanusiaan secara utuh. Yakni dalam hidup selaras, serasi dan seimbang terhadap sesama manusia, alam dan Tuhannya.
Wayang Orang (WO) Sriwedari, merupakan komunitas seni budaya paling fenomenal, yang usianya menginjak 107 tahun. Walau terimbas dinamika zaman. Namun grup kesenian legendaris ini tetap eksis menjaga marwah dan kegemilangannya, ujar Produser Triardhika Production, Eny Sulistyowati S.Pd, MM (berperan sebagai Batari Supraba), saat ditemui wartawan di kantornya, di Jakarta Selatan.
Sementara bagi sang Sutrada, Agus Prasetyo S.Sn, yang juga berperan sebagai Mintaraga, menekankan bahwa pertunjukkan Wayang Orang (WO) Sriwedari sebagai kesenian tradisional, terbukti mampu eksis dan berkembang sesuai zaman. Dan dalam lakon Mintaraga nanti baik dari segi artistik, bobot isian cerita, pola penggarapan, dan visual panggung, terus dicoba untuk menggali warna-warna baru dengan tetap berpola pada kekuatan klasik Wayang Orang.
Sedangkan bagi pemerintah Kota Surakarta, Wayang Orang (WO) Sriwedari mempunyai kekuatan pada tokoh tokohnya, disamping konsep garapannya. Dan Pergelaran “Mintaraga” Wayang Orang (WO) Sriwedari ini, yang turut didukung Pemerintah Kota Surakarta, khususnya Dinas Kebudayaan, sangat mengapresiasinya sekaligus menyambut gembira dihelatnya Kongres Ke-IX Senawangi, ujar Kepala Dinas Kebudayaan Pemerintah Kota Surakarta, Sis Ismiyati.
Oleh karenanya, sebagai warisan leluhur bangsa, Wayang seharusnya dilestarikan dan diberdayakan. Inilah saatnya mendukung agar WOS (Wayang Orang Sriwedari) juga menjadi icon dunia. Sebagaimana Wayang mendapat pengakuan dan 嘉盛集团 penghargaan di Badan Dunia PBB-UNESCO. Tampilnya WOS nanti diharapkan dapat membuka mata hati dan pikiran, bagaimana kita dapat menghargai sejarah; warisan leluhur bangsa, lanjut Kepala Dinas Kebudayaan Kota Surakarta ini.
Wayang Orang berdurasi 120 menit tersebut didukung seniman Wayang profesional lainnya, diantaranya, Wasi Bantolo S.Sn berperan sebagai Kiratarupa, dan Heru Purwanto S.Sn, bertindak sebagai Batara Guru. Naskah ditulis Billy Aldi Kusuma, Penata Karawitan, Nanang Dwi Purnama dan Pujiono S.Sn, serta Penata Artistik Supriyadi S.Sn.
Sebagai Asisten Sutradara, Dhestian Wahyu Setiaji. S.Sn, Koordinator Tari, Mahesani Tunjung Seto S.Sn, Penata Rias dan Busana, KRT. Hartoyo Budayanagara S.Sn, Produser Pelaksana, M. Ardhika Argameru, Pimpinan Produksi, Dhestian Wahyu Setiaji, Humas & Publikasi, Eddie Karsito, dan Fajar Darmanto.
Lakon “Mintaraga” terinspirasi dari Serat Arjunowiwaha, mengisahkan perjalanan Arjuna ketika menjadi pertapa bernama ‘Ciptoning’ [Mintaraga]. Dalam pertapaan, Arjuna banyak menghadapi berbagai ujian dan cobaan oleh Dewa. Hal ini untuk menguji seberapa besar keteguhan hatinya.
Diantara cobaan tersebut, dengan munculnya Bidadari Batara Indra yang menyamar sebagai Resi Padya, hingga hadirnya Batara Guru. Namun keduanya ternyata tak mampu menggoyahkan tekad Arjuna.
Keteguhan inilah yang kemudian mendorong Dewa untuk memilih Arjuna menjadi Kesatria sebagai alat Dewa untuk menumpas keangkaramurkaan; dalam hal ini Niwatakawaca, Raja Raksasa yang berani melawan kodrat — dengan ingin mempersunting Dewi Supraba. Dengan tugas ini, Arjuna mendapat julukan jagoning Dewa.
Berbekal pusaka panah Pasopati pemberian Dewa dan Supraba sebagai pendampingnya, Arjuna dapat menumpas Niwatakawaca. Sebagai imbalan atas jasanya terhadap Dewa, Arjuna diangkat menjadi Raja di Kahyangan Warukandabinangun, dengan julukan Prabu Karitri. Arjuna kemudian dianugerahi istri Sekethi Kurang Sawiji.
(ist/tjo; foto ist