SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Istana Kepresidenan Indonesia kembali untuk kedua kalinya menggelar Pameran Lukisan Koleksi Istana Negara yang bertajuk Senandung Ibu Pertiwi, berlangsung di Galeri Nasional Indonesia, sepanjang Agustus 2017 ini. Lukisan-lukisan karya maestro perupa Indonesia dan mancanegara itu berasal dari koleksi Istana-istana seperti Istana Merdeka dan Istana Negara (Jakarta), Istana Bogor, Istana Cipanas, Istana Yogyakarta dan Istana Tampak Siring, Bali.
Menampilkan karya-karya perupa: Abdul Djalil Pirous, Abdullah Suriosubroto, Ahmad Sadali, Alimin Tamin, Barli Sasmitawinata, Basoeki Abdullah, Carl Lodewijk Dake, Jr., Dullah, Ernest Dezentje, Frida Holleman, Fadjar Sidik, Gambiranom Suhardi, Hendra Gunawan, Henk Ngantung, I Gusti Ketut Kobot, Ida Bagus Made Poleng, Ida Bagus Made Wija, Itji Tarmizi, Kartono Yudhokusumo, Kosnan, Lee Man Fong, M. Thamdjidin, Mas Pirngadi, Raden Saleh Syarif Bustaman, Renato Cristiano, Ries Mulder, Romualdo Locatelli, Rudolf Bonnet, S. Soejono Ds, S. Toetoer, Soedibio, Sudarso, Sumardi, Theo Meier, Tino Sidin, Trubus S., Walter Spies, Wakidi, Wardoyo, Wen Peor dan Wilhelmus Jean Frederic Imandt.
Dan Pameran Lukisan Senandung Ibu Pertiwi mengawali rangkaian Acara Bulan Kemerdekaan
Peringatan kemerdekaan Republik Indonesia ke-72. Sebuah momen yang selalu ditunggu seluruh masyarakat Indonesia dimanapun berada dengan merayakannya, menghayatinya, serta mengamalkannya semangat kemerdekaan yang sudah kita raih ini, ungkap Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Ibu Pertiwi adalah gambar bijak bestari bangsa yang dihidupkan sebagai sosok, sebuah imajinasi dan metafora femininitas penuh kasih, penjaga, dan pelindung bagi semua. Ia pusaran kebaikan, tempat dimana pelbagai harapan dan kedamaian ditambatkan dari dulu hingga sekarang. Sifat-sifat mulianya: merangkul segala yang jauh, dan mendekatkan yang parak, upaya tak henti-henti memberi ruang keadilan bagi semua.
Kita bisa bicara melalui simbol dan isyarat sebagaimana hal-nya lukisan-lukisan ini yang, tak hanya menggambarkan tapi juga melampaui sesuatu tak terkatakan dan bahkan tak terduga oleh pelukisnya. Ibarat sebuah mozaik yang, diam-diam saling memberi ruang dan jalan bagi warna warni, demi terwujudnya komposisi dan harmoni: Senandung Ibu Pertiwi, Tanah Air Indonesia.
Dari 48 lukisan tersebut, terbagi dalam tema kecil, seperti Keragaman Alam (12 lukisan)
Merupakan bagian dari daya tarik Kepulauan Nusantara yang saat ini menjadi keunggulan wisata dunia; Dinamika Keseharian (11 lukisan) Menggambarkan kehidupan sehari-hari dari kalangan masyarakat petani, nelayan dan para pedagang. Pemandangan umum pada masanya, namun masih berjejak hingga kini; Tradisi dan Identitas (15 lukisan) Sebagai informasi Istana Kepresidenan memiliki lebih dari 50 lukisan bertema kebaya, menunjukkan bahwa kebaya menjadi tradisi dan identitas berbusana di Indonesia; serta Mitologi dan Religi Masyarakat dari berbagai pelosok Kepulauan Nusantara yang kaya dengan nilai-nilai mitologi yang berasal dari perpaduan agama-agama besar yaitu Islam, Kristen, Hindu, dan Budha.
Para pelukis tidak hanya mengambil sudut pandang berbeda, tapi juga merekam obyek dari tempat berbeda-beda: Sumatra, Jawa, Sulawesi, dan lain sebagainya. Karya-karya ini sebagai penanda bahwa, pada masa itu para pelukis sudah menyebar ke pelbagai pelosok merekam pemandangan alam: Nyiur di pinggir pantai, ombak yang bergulung-gulung, pepohonan rindang di antara jalan, gunung yang tinggi, lembah yang curam, dan sawah luas dengan padi menguning.
Dalam percakapan seni rupa modern di Indonesia, lukisan dengan ciri seperti itu dikenali sebagai gaya Mooi Indie. Kecenderungan melukis yang gejalanya nampak sekitar abad 19, diawali oleh pelukis-pelukis Eropa yang berkarya dan menetap di Hindia Belanda. Belakangan dikembangkan oleh pelukis Raden Saleh, kemudian Abdullah Suriosubroto, Wakidi, Basuki Abdullah, dan seterusnya.
Semoga sepilihan karya dalam pameran ini kiranya, dapat menawarkan nilai-nilai baik dan ruang belajar seluas-luasnya. Melihat masa lalu adalah tindakan bijak untuk menghadapi tantangan hari ini dan nanti.
(tjo; foto ist