SUARAINDONEWS.COM, Jakarta — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang jadi solusi cerdas melawan stunting dan kelaparan, ternyata masih punya PR: distribusinya. Yup, bahkan sekolah yang tetanggaan aja bisa beda nasib—yang satu udah makan, yang satu masih nunggu dapur berasap.
Anggota Komisi IX DPR RI, Asep Romy Romaya, angkat bicara soal ini. Menurutnya, suksesnya MBG nggak bisa dilepasin dari komunikasi dan kolaborasi yang serius (dan intens, katanya) antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Tanpa itu? Ya siap-siap program ini cuma jadi poster motivasi di ruang kelas.
“Kami mendorong terus adanya koordinasi dengan Pemerintahan Daerah setempat dengan pihak Legislatif dan Pemerintah Pusat supaya program Makan Bergizi Gratis (MBG) ini bisa segera terealisasi secara efektif,”
— Asep Romy, Jakarta, 6 Mei 2025
Asep, yang mewakili Dapil Jawa Barat II, juga menyoroti bahwa distribusi makanan bergizi ini masih belum merata. Padahal, jarak sekolah-sekolahnya nggak sampai sepelemparan batu.
“Sekolah ini ada yang udah dapat dan ada yang belum, padahal berdekatan. Ini tentu harus segera ditangani oleh BGN,”
— lanjut Asep, dengan nada serius tapi menyimpan rasa heran.
Nggak cuma soal logistik dapur, Asep juga punya harapan lebih: program MBG bisa jadi mesin penyerap tenaga kerja. Yes, dapur-dapur masak ini kalau dikelola baik bisa bantu menurunkan angka pengangguran—daripada cuma nyalahin ekonomi global tiap kali rilis data pengangguran.
“Dapur BGN ini juga bisa menyerap tenaga kerja dan menekan angka pengangguran. Bila dihitung tiap kabupaten, ini bisa mengatasi masalah pengangguran,”
— tutup politisi PKB ini dengan nada optimistis.
Jadi, program MBG ini jangan cuma jadi makanan di slide PowerPoint. Butuh lebih dari sekadar anggaran—perlu aksi nyata dan kolaborasi yang masakannya nggak cuma matang di kertas.
(Anton)