SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Sepanjang tahun 2024, Komisi II DPR RI mencatat sebanyak 495 pengaduan masyarakat yang mencakup berbagai isu penting, mulai dari persoalan pemilu, mafia tanah, hingga status guru honorer. Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, memaparkan rincian pengaduan tersebut dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, Senayan.
“Selama 2024 ini terdapat 495 pengaduan yang masuk ke Komisi II DPR RI yang terdiri dari beberapa klaster,” ujar Rifqinizamy.
Isu Pemilu Dominasi Pengaduan
Dari total pengaduan, sebanyak 201 laporan berkaitan dengan isu kepemiluan, mencakup pemilu legislatif, pemilu presiden dan wakil presiden, serta Pilkada 2024.
“Isunya beragam, mulai dari netralitas ASN, netralitas penjabat kepala daerah, politik uang, hoaks, isu SARA, hingga mobilisasi bantuan sosial di beberapa daerah,” jelas Rifqinizamy.
Pengaduan-pengaduan ini menunjukkan adanya perhatian serius masyarakat terhadap pelaksanaan pemilu yang adil dan transparan.
Mafia Tanah dan Tata Ruang Masih Jadi Masalah Serius
Sebanyak 120 pengaduan yang diterima Komisi II DPR RI berkaitan dengan persoalan pertanahan dan tata ruang. Rifqinizamy menyoroti maraknya kasus mafia tanah, penyerobotan tanah tanpa hak, dan penggunaan tanah tanpa sertifikat yang sah.
“Kasus mafia tanah ini menjadi perhatian khusus kami, karena dampaknya sangat merugikan masyarakat,” tegas Rifqinizamy.
Guru Honorer: Fokus Penyelesaian pada 2025
Pengaduan terkait status guru honorer mencapai 114 laporan. Komisi II berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini maksimal pada 2025.
Merujuk data Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kemenpan RB, ada sekitar 1,7 juta guru honorer di Indonesia. Pada 2024, sebanyak 1,3 juta di antaranya telah mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), namun tidak semua lulus.
“Yang tidak lulus pun Komisi II meminta kepada pemerintah untuk tetap dijadikan P3K paruh waktu,” kata Rifqinizamy.
Sebanyak 400 ribu honorer memilih mengikuti seleksi CPNS, sementara beberapa daerah belum memberikan kuota seleksi. Komisi II pun mendorong revisi UU terkait hubungan keuangan pusat dan daerah agar penggajian pegawai tidak lagi menjadi kendala.
“Kami juga meminta pemberian sanksi kepada pejabat yang sembarangan mengangkat honorer tanpa dasar hukum yang jelas,” tambahnya.
Usulan Pembentukan Daerah Otonomi Baru
Sebanyak 60 pengaduan lainnya berkaitan dengan isu otonomi daerah, termasuk lebih dari 360 usulan pembentukan provinsi, kabupaten, dan kota baru. Komisi II menegaskan pentingnya rancangan Peraturan Pemerintah (PP) terkait desain besar otonomi daerah.
“PP ini penting untuk memastikan jumlah provinsi, kabupaten, dan kota yang ideal di Indonesia, dengan alasan objektif yang tidak didasari motivasi politik semata,” jelas Rifqinizamy.
Komisi II juga memberikan perhatian khusus pada daerah otonomi baru di Papua yang masih menghadapi berbagai tantangan, seperti belum lengkapnya kabupaten dan kota di bawah provinsi baru.
“Kami ingin memastikan daerah otonomi baru mampu menghadirkan kesejahteraan rakyat dan pelayanan publik yang baik,” tambahnya.
Kesimpulan dan Tindak Lanjut
Dengan 495 pengaduan yang diterima, Komisi II DPR RI menunjukkan komitmennya untuk menyelesaikan berbagai isu yang dihadapi masyarakat. Mulai dari penyelenggaraan pemilu yang adil, pemberantasan mafia tanah, pengangkatan guru honorer, hingga desain otonomi daerah, semuanya menjadi fokus kerja pada tahun mendatang.
“Kami akan terus mengawal semua pengaduan ini agar menghasilkan solusi nyata yang bermanfaat bagi masyarakat,” tutup Rifqinizamy.
(ANTON)