SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Perayaan Tahun Baru Masehi sering dikaitkan dengan tradisi Barat, yang membuat beberapa negara dengan mayoritas Muslim pernah melarang perayaan tersebut. Larangan ini umumnya didasarkan pada keyakinan bahwa tradisi tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Namun, aturan ini tidak selalu berlangsung permanen. Berikut adalah tiga negara yang pernah melarang perayaan Tahun Baru Masehi, lengkap dengan latar belakang dan perkembangan terkini:
1. Arab Saudi: Larangan Dilonggarkan di Era Mohammed bin Salman
Di masa lalu, Arab Saudi sangat ketat dalam melarang perayaan Tahun Baru Masehi, termasuk perayaan Natal. Kerajaan ini memandang tradisi tersebut sebagai budaya Barat yang bertentangan dengan nilai Islam. Pelanggaran terhadap larangan ini dapat berujung pada denda, penahanan, atau teguran keras.
Namun, sejak Putra Mahkota Mohammed bin Salman memegang kendali sebagai penguasa de facto, kebijakan ini mulai berubah. Sejak 2016, Arab Saudi telah membuka diri terhadap berbagai bentuk hiburan yang sebelumnya dianggap tabu, seperti konser musik, bioskop, dan acara publik lainnya.
“Arab Saudi kini menawarkan lebih banyak ruang bagi masyarakat untuk menikmati hiburan tanpa melupakan nilai-nilai agama,” ujar Mohammed bin Salman dalam sebuah wawancara.
Meskipun masih ada beberapa pembatasan, perayaan Tahun Baru kini dapat ditemukan di kota-kota besar seperti Riyadh.
2. Somalia: Larangan oleh Kelompok Milisi
Somalia pernah melarang perayaan Tahun Baru Masehi, terutama di wilayah yang dikuasai kelompok milisi Al-Shabaab. Kelompok ekstremis ini menolak segala bentuk tradisi Barat dan berupaya menerapkan hukum Islam yang ketat di wilayah kekuasaannya.
Wilayah seperti Baidoa dan Badan menjadi saksi dari aturan keras tersebut. Meskipun pemerintah Somalia di wilayah yang lebih stabil tidak memberlakukan larangan, Al-Shabaab masih memegang kendali di beberapa daerah hingga saat ini.
“Kami tidak akan membiarkan budaya Barat mencemari nilai-nilai Islam kami,” klaim seorang juru bicara Al-Shabaab pada 2019.
3. Afghanistan: Bergantung pada Rezim yang Berkuasa
Afghanistan memiliki sejarah pelarangan perayaan Tahun Baru yang terkait erat dengan dinamika kekuasaan politik. Saat Taliban pertama kali berkuasa (1996–2001), mereka melarang perayaan ini karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Setelah Taliban digulingkan pada 2001 dan pemerintahan pro-Barat mengambil alih, larangan tersebut dihapus.
Namun, setelah Taliban kembali berkuasa pada 15 Agustus 2021, kekhawatiran akan pembatasan budaya Barat muncul kembali. Meski belum ada pernyataan resmi soal larangan perayaan Tahun Baru, pembatasan seperti penutupan bioskop dan pelarangan konser musik telah diberlakukan.
“Kami ingin menjaga budaya kami tetap murni dan tidak terpengaruh oleh tradisi asing,” ujar seorang pejabat Taliban pada 2023.
Kesimpulan
Larangan perayaan Tahun Baru Masehi di ketiga negara ini mencerminkan pendekatan mereka terhadap tradisi Barat dan nilai-nilai Islam. Meski demikian, perubahan zaman dan dinamika politik telah membuat beberapa negara, seperti Arab Saudi, melonggarkan kebijakan tersebut untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan modern.
Perayaan Tahun Baru tetap menjadi isu sensitif di beberapa wilayah dunia, mencerminkan bagaimana budaya, agama, dan politik saling memengaruhi. Bagi banyak negara, tantangan ke depan adalah menemukan keseimbangan antara mempertahankan identitas budaya dan membuka diri terhadap globalisasi.
(Anton)