SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Komisi III DPR RI menyoroti putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menyatakan penyanyi Agnez Mo bersalah atas pelanggaran hak cipta lagu “Bilang Saja” milik Ari Sapta Hermawan alias Ari Bias. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar secara tertutup pada Jumat (20/6/2025), Komisi III mengambil kesimpulan bahwa ada dugaan pemeriksaan dan putusan hakim dalam perkara tersebut tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Rapat yang berlangsung di Kompleks Parlemen Senayan itu dihadiri oleh Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, perwakilan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham, Badan Pengawas Mahkamah Agung, serta perwakilan dari Agnez Mo dan musisi Tantri ‘Kotak’.
Usai rapat, Habiburokhman menyampaikan temuan penting yang dinyatakan mengikat semua pihak.
“Diduga pemeriksaan dan putusannya tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sehingga, ini perlu ditindaklanjuti oleh Badan Pengawas Mahkamah Agung karena menyangkut integritas dan kepastian hukum,” tegas Habiburokhman.
Ia juga menambahkan bahwa hakim yang memutus perkara ini telah diadukan ke Bawas MA oleh Koalisi Advokat Pemantau Peradilan karena diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan Nomor Register 92/PDT.SUS-HKI/CIPTA/2024/PN Niaga JKT.PST sebelumnya menetapkan Agnez Mo bersalah karena menyanyikan lagu “Bilang Saja” dalam tiga konser komersial tanpa izin pencipta lagu. Hakim menjatuhkan denda sebesar Rp1,5 miliar kepada Agnez Mo.
Namun, Komisi III DPR RI menilai bahwa penyanyi bukanlah pihak yang secara hukum bertanggung jawab atas perizinan lagu dalam sebuah konser.
“Tentang kasus yang menimpa saudari Agnez Mo yang diputus oleh pengadilan, padahal dia cuma penyanyi, bukan penyelenggara sebuah event,” ungkap Habiburokhman.
Ia menegaskan bahwa pembayaran royalti seyogianya dilakukan oleh penyelenggara acara melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), bukan oleh penyanyi secara langsung. Menurutnya, putusan ini menciptakan kegaduhan di kalangan pelaku industri hiburan dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Selain meminta MA menindaklanjuti laporan terhadap hakim, Komisi III DPR juga mendesak Mahkamah Agung untuk mengeluarkan surat edaran atau pedoman penerapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta secara menyeluruh, agar tidak terjadi kembali kekeliruan serupa.
Pihak Agnez Mo yang diwakili oleh Wawan menyampaikan terima kasih atas ruang dialog yang dibuka DPR RI.
“Mbak Agnez tetap sebagai warga negara tunduk dan patuh pada proses hukum yang saat ini sedang berjalan. Mudah-mudahan hasil akhirnya memberi keadilan, bukan hanya bagi Mbak Agnez, tapi juga seluruh pelaku industri hiburan Indonesia,” ujar Wawan.
Komisi III juga menginstruksikan kepada Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham untuk gencar melakukan sosialisasi mengenai mekanisme lisensi dan pengelolaan royalti agar seluruh pihak memahami jalur legal yang tepat.
Polemik kasus ini menjadi catatan penting tentang urgensi pembaruan sistem hukum kekayaan intelektual di Indonesia, khususnya dalam melindungi hak cipta tanpa mengorbankan pelaku seni yang menjalankan peran secara profesional.
(Anton)