SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah sepakat untuk merevisi Undang-Undang Kepariwisataan guna menghadirkan paradigma baru dalam sektor pariwisata. Ledis Hanifa, anggota DPR RI dari Fraksi PKS untuk daerah pemilihan Jawa Barat 1 (Kota Bandung dan Kota Cimahi), menekankan bahwa perubahan ini sangat diperlukan mengingat undang-undang tersebut telah berlaku sejak tahun 1994.
Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh Prof. Azril, Mas Munif, Mas Marhadi sebagai moderator, serta para anggota lainnya, Hanifa menekankan pentingnya menghadirkan pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism. Ia menyoroti bahwa tujuan pariwisata bukan sekadar meningkatkan jumlah kunjungan, tetapi juga memastikan kelestarian ekosistem dan lingkungan.
“Kita menginginkan adanya pariwisata yang tidak hanya menarik banyak pengunjung, tetapi juga menjaga ekosistem dan lingkungan,” ujar Hanifa.
Digitalisasi dan Perlindungan Pemandu Wisata
Hanifa juga menyinggung pentingnya digitalisasi dalam bisnis pariwisata. Ia menyebutkan perubahan besar dalam perilaku wisatawan dan industri pariwisata, di mana kini transaksi tiket dan penginapan sudah banyak dilakukan melalui aplikasi daring. “Sekarang kita bisa beli tiket dan pesan tempat tinggal dengan mudah melalui aplikasi,” tambahnya.
Selain itu, Hanifa mengusulkan perlunya perlindungan bagi pemandu wisata. Ia mencontohkan beberapa negara yang mewajibkan pemandu wisata bersertifikat untuk mendampingi wisatawan, sebagai bentuk perlindungan terhadap profesi tersebut.
Tantangan dalam Proses Revisi
Namun, proses revisi undang-undang ini tidaklah mudah. Hanifa menjelaskan bahwa Komisi X terhambat oleh aturan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, terutama terkait dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang menggunakan metode omnibus law. “Kami terpaksa harus melakukan revisi, bukan penggantian, agar tidak mengganggu aturan yang ada,” jelasnya.
Ke depannya, Komisi X berharap sosialisasi yang masif dapat dilakukan untuk memastikan pemahaman yang baik terhadap undang-undang baru ini. “Kami berharap revisi ini dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat Indonesia dan mendukung pariwisata berkelanjutan,” tutup Hanifa.
Transformasi Pariwisata: Pendekatan Holistik dan Inovatif
Pertemuan penting yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan pariwisata di Indonesia kembali digelar, kali ini dengan fokus pada transformasi undang-undang dan paradigma sektor pariwisata. Hadir dalam acara tersebut adalah Ledis Hanifa, anggota DPR RI dari Fraksi PKS untuk daerah pemilihan Jawa Barat 1, serta berbagai pakar dan profesional di bidang pariwisata, sinematografi, dan gastronomi.
Salah satu pembicara utama dalam acara ini adalah seorang ahli gizi dan sinematografi, yang juga berperan sebagai penasihat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, dalam bidang pangan dan desa wisata. Ia memaparkan pandangannya tentang perlunya transformasi dalam pendekatan dan regulasi pariwisata di Indonesia.
“Saya telah terlibat dalam pengembangan desa wisata di seluruh Indonesia, mengembangkan ilmu kuliner menjadi gastronomi, dan memperkenalkan program pendidikan pariwisata hingga jenjang S3. Pariwisata bukan lagi sekadar ilmu sosial, tetapi sudah menjadi disiplin ilmu yang mandiri dan saintifik,” ujarnya.
Sinkronisasi dengan Undang-Undang Cipta Kerja
Dalam diskusi tersebut, ia juga menyoroti pentingnya revisi Undang-Undang Cipta Kerja yang mempengaruhi banyak aspek regulasi pariwisata. “Banyak hal yang harus disinkronisasi dengan undang-undang tersebut. Misalnya, konsep dasar dan terminologi dalam pariwisata yang perlu diperbarui agar sesuai dengan perkembangan global,” jelasnya.
Pembicara ini menekankan bahwa paradigma pariwisata global telah bergeser dari sekadar menghitung jumlah kunjungan wisatawan menjadi lebih fokus pada dampak ekonomi dan keberlanjutan. “Paradigma pariwisata dunia sudah berubah. Kita harus berfokus pada berapa lama wisatawan tinggal, berapa uang yang mereka belanjakan, dan kontribusi sektor pariwisata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Data yang ada menunjukkan bahwa kontribusi sektor ini masih di bawah 10%, bukan 15% seperti yang sering disebutkan,” tambahnya.
Inovasi dalam Gastronomi dan Pendidikan Pariwisata
Dalam kesempatan ini, ia juga berbagi beberapa inovasi dan penelitian terbarunya, seperti pengembangan gastronomi berbasis kesehatan dan penelitian tentang sagu sebagai alternatif pangan. “Saya mengembangkan beras dari sagu dan mie yang ramah lingkungan. Selain itu, saya juga menciptakan batik dari ampas kopi, satu-satunya di dunia yang beraroma,” ungkapnya.
Harapan untuk Masa Depan Pariwisata Indonesia
Acara tersebut diakhiri dengan harapan agar pemerintah yang akan datang dapat memilih menteri yang benar-benar memahami pariwisata secara mendalam dan komprehensif. “Pariwisata adalah sektor yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang holistik. Mari kita bekerja sama untuk membangun sektor pariwisata yang berkelanjutan dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat Indonesia,” tutupnya.
Pertemuan ini menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi dan pemahaman mendalam dalam mengembangkan sektor pariwisata Indonesia yang lebih maju dan berkelanjutan.
(Anton)