SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Meskipun sejumlah organisasi profesi tenaga kesehatan (Nakes) menyatakan sikap menolak rancangan Undang-undang Kesehatan (RUU Kesehatan), dengan alasan tidak berpihak kepada nakes.
Namun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Pemerintah tetap mengesahkan ruu tersebut menjadi undang-undang Omnibus Law Kesehatan. Pengesahan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023.
Rapat kali ini dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani, didampingi Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus, dan Rachmat Gobel.
“Apakah Rancangan Undang-undang tentang Kesehatan dapat disetujui menjadi UU?” kata Puan di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023).
Sementara diluar ruang sidang ribuan massa dari berbagai organisasi profesi nakes, tengah melakukan unjuk rasa penolakan terhadap undang-undang Omnibus Law Kesehatan. Adapun sejumlah poin utama penolakan meraka antara lain terkait mandatory spending.
Dalam RUU yang disahkan DPR dan pemerintah sepakat menghapus alokasi anggaran kesehatan minimal 10 persen dari yang sebelumnya 5 persen. Pemerintah beranggapan, penghapusan bertujuan agar mandatory spending diatur bukan berdasarkan pada besarnya alokasi, tetapi berdasarkan komitmen belanja anggaran pemerintah. Dengan demikian, program strategis tertentu di sektor kesehatan bisa berjalan maksima
Berbagai pasal lain yang disorot adalah soal adanya pasal-pasal terkait ruang multi-bar bagi organisasi profesi, kemudahan bagi dokter asing untuk masuk ke Indonesia, dan implementasi proyek bioteknologi medis termasuk proyek genome yang mengakibatkan konsekuensi serius pada biosekuritas bangsa. Serta, kontroversi terminologi waktu aborsi.
“Kami mengusulkan RUU ini ditunda pengesahannya dan kemudian dilakukan revisi secara lebih kredibel dengan melibatkan tim profesional kepakaran serta semua pemangku kepentingan,” kata Dokter spesialis kandungan dan perwakilan FGBLP Laila Nuranna Soedirman, beberapa waktu lalu.(ANTON)