SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Sebuah negara dibangun dengan empat syarat mutiak, di mana tiga syarat merupakan syarat primer dan satu lagi merupakan syarat sekunder. Syarat primer adalah pertama, negara harus memiliki rakyat yang menjadi penduduk negara tersebut, Kedua, negara harus memiliki wilayah dengan batas-batas yang jelas dan legitimate. Dan ketiga, negara harus memiliki pemerintah yang menjaiankan pemerintahan secara berdaulat memiliki Iegitimasi, otoritas yang sah dan diterima serta ditaati masyarakat.
Sedangkan syarat sekunder berdirinya suatu negara adalah pengakuan dari negara lain. baik secara de facto dan juga secara de jure.
Secara akademik, pembahasan tentang pembangunan seringkali didekati dengan menggunakan paradigma ekonomi pembangunan. Paradigma ekonomi pembangunan digunakan untuk mewadahi variabel-variabei non-ekonomi, seperti sosial, budaya, dan politik -, yang seringkati diabaikan dalam analisis maupun perencanaan pembangunan.
Kendatipun bersifat multi-discipliner, perspektif ekonomi dalam ekonomi pembangunan masih terasa kental, sehingga parameter ekonomi cenderung dominan dalam pengukuran hasilnya. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam terminology ekonomi pembangunan masih menggunakan istilah ekonomi, seperti pertumbuhan dan pemerataan.
Untuk kepentingan analisis pembangunan, beberapa kalangan menggunakan dimensi security dan prosperity. Sedangkan dimensi yang familiar dan dianggap mewadahi dimensi-dimensi pembangunan secara lebih komprehensif dikembangkan oleh Lemhannas, yakni Asta Gatra, yang terdiri dari Tri Gatra dan Panca Gatra, untuk menganalisis proses den hasil pembangunan. Panca Gatra terdiri dari dimensi Ideologi, Politik, Ekonomi, SosiaI-Budaya, dan Hankam. Dimensi security maupun Hankam menempatkan bahwa pertahanan merupakan dimensi penting dalam pembangunan.
Pembangunan dalam berbagai skala dan tatarannya melibatkan banyak sektor (multi-sektor) dan kendaia klasik dalam pelaksanaan pembangunan yang sering dihadapi adalah terkait masalah koordinasi dan sinkronisasi. Proses perencanaan dan program pembangunan yang tersebar di banyak sektor membutuhkan koordinasi di setiap tahapannya agar sumber daya pembangunan yang terbatas dapat disinergikan secara optimal untuk mewujudkan serangkaian kemajuan yang benar-benar bermanfaat melaiui proses yang efisien bagi penduduk pada umumnya. Dengan demikian. pembangunan (pertahanan negara) pada dasamya merupakan upaya untuk menjaga keberiangsungan dan eksistensi suatu negara-bangsa.
Pertahanan negara dikembangkan sebagai suatu dimensi atau sektor pembangunan agar keberadaan suatu bangsa tenindungi dan proses pembangunan untuk mencapai serangkaian kemajuan dapat terselenggara dengan baik, dengan mempertimbangkan dinamika lingkungan strategis.
Mengacu pada Buku Putih Pertahanan Indonesia (BPPI), dinamika yang perlu dicermati dalam mengembangkan pertahanan negara adalah pertumbuhan ekonomi kawasan, yang dapat mempengaruhi pola dan bentuk ancaman. Perubahan pola dan bentuk ancaman ke depan, berdasarkan analisis BPPI akan berkembang semakin kompleks dan multi jdimensional, dan dapat berupa ancaman militer, non-militer, dan ancaman hybrid.
Untuk menjalankan fungsi pemerintahan di bidang pertahanan, Kementenan Pertahanan telah merumuskan berbagai kebijakan, antara lain: Permen No. 23/2015 Tentang Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015 (BPPI), Permen No 19/2015 Tentang Kebijakan Penyelenggaraan Pertahanan Negara Tahun 2015-2019, Kepmen No. KEP/1255/M/Xll/2015 Tentang Kebijakan Pertahanan Negara Tahun 2016.
Serangkaian kebijakan tersebut kemudian diperkuat dengan Permen No. 18/2016 Tentang Desk Pengendaii Pusat Kantor Pertahanan (PPKP) yang diperbaharui melalui Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 30 Januari tentang Perwakilan Kementerian Pertahanan di Daerah.
Melalui kebijakan ini Kementerian menempuh perubahan strategi dalam Manajemen Pertahanan dan diharapkan memiliki instansi yang mampu mengelola Sumber Daya Nasional dalam rangka pertahanan negara.
Kebijakan pertahanan telah mendeskripsikan berbagai ancaman, berupa ancaman militer. non-militer. dan ancaman hybrid yang dikategorikan sebagai ancaman nyata dan belum nyata. Wujud ancaman tersebut diantaranya terorisme dan radikalisme, separatisme dan pemberontakan bersenjata, bencana alam. pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian kekayaan alam. wabah penyakit, serangan siber dan spionase. peredaran dan penyalahgunaan narkoba sena konflik terbuka atau perang konvensional.
Berdasarkan deskripsi ancaman tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ancaman non-militer merupakan bentuk ancaman nyata yang dapat berupa tindakan terorisme dan radikalisme, separatisme dan pemberontakan bersenjata, bencana alam, pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian kekayaan alam, wabah penyakit. serangan siber dan spionase, peredaran dan penyalahgunaan narkoba.
Khusus untuk wilayah DKI Jakarta, ancaman non-militer tersebut kemudian dapat dipilah menjadi ancaman terorisme dan radikalisme, bencana alam, wabah penyakit, serangan siber dan spionase, peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Terorisme dan radikalisme, serangan cyber, serta peredaran dan penyalahgunaan narkoba merupakan ancaman non-militer dominan pada saat
ini dan masa akan datang di DKI Jakarta.
(*Oleh Brigadir Jenderal TNI Andarias Pong Bija, Pejabat PPTP Kemhan Provinsi DKI Jakarta