SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terus memberikan perhatian secara serius terhadap kondisi piskologis dan kesehatan mental Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang akan berangkat ke negara penempatan.
Hal tersebut sesuai amanah Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) sebagai salah satu dokumen bagi Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI).
Direktur Perlindungan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Kemnaker, Eva Trisiana, mengatakan bahwa salah satu pengaturan lebih teknis penempatan dan pelindungan pekerja migran adalah Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2011 tentang Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi Calon Tenaga Kerja Indonesia.
“Pengaturan khusus ini maknanya adalah kondisi psikologi dianggap sebagai hal penting bagi Calon Pekerja Migran Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya,” ujar Eva Trisiana dalam seminar bertajuk ‘Kegiatan Intervensi Psikologis untuk CPMI’ di Jakarta, Selasa (23/3/2021).
Ditegaskan Direktur Eva Trisiana, upaya pemerintah untuk membekali PMI dengan keterampilan yang menunjang pekerjaan telah dilakukan melalui Balai Latihan Kerja (BLK).
“Namun hal yang terkait dengan kondisi psikologis dan kesehatan mental PMI masih menjadi fokus perhatian,” katanya.
Namun demikian, Direktur Eva Trisiana mengakui bahwa penerapannya masih belum optimal. Ketidaksiapan kondisi psikologi dapat mengarah menjadi ancaman stres dan gangguan psikologis bagi PMI.
Baik terkait dengan situasi kerja, perbedaan budaya dan situasi negara tempat bekerja, serta kecemasan yang timbul dari keluarga yang ditinggalkan.
“Hal ini pada gilirannya dapat juga berdampak kepada kenyamanan dan kesiagaan bekerja selama di negara tujuan penempatan,” ujarnya.
Eva menambahkan, pihaknya secara khusus,memberikan apresiasi kesediaan BLK dan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) dan seluruh CPMI yang berpartisipasi di acara seminar ini.
Kemnaker, lanjut Eva, menyambut positif langkah Universitas Mercu Buana menggelar seminar bertema “Intervensi Psikologis untuk Calon Pekerja Migran Indonesia.”
Menurut Eva, kegiatan seminar ini juga sebagai soft reminder kepada Kemnaker selaku pembuat kebijakan dalam tata kelola penempatan PMI.
“Seminar ini juga sekaligus sebagai kesempatan untuk menguji coba model, pola, pendekatan, dan/atau teori yang sesuai untuk konteks PMI. Hasil dari kegiatan ini tentunya dapat memberikan gambaran dan rekomendasi, ” ujar Eva.
Dalam kesempatan sama, Ketua Dharma Wanita Kemnaker, Istiqomah Anwar Sanusi selaku pembicara mengungkapkan sejak masa kolonial hingga saat ini para pekerja migran banyak mengalami suka dan duka.
Saat pemerintah Hindia Belanda telah dikirim penduduk asal Jawa untuk bekerja sebagai kuli kontrak di Suriname yang menjadi jajahan Belanda, di Amerika Selatan.
Dalam perkembangannya lanjut Istiqomah, pengiriman pekerja migran lebih mengarah pada upaya perbaikan nasib hidup. Mulai tahun 2000-an, penempatan pekerja migran mengalami pergeseran dari sektor informal ke sektor formal.
“Selama bekerja di negara lain pekerja migran mengalami berbagai persoalan, mulai dari penerimaan gaji dibawah standar hingga penyelundupan serta perdagangan perempuan. Alhamdulillah, pada pagi hari ini, ditengah-tengah kita telah hadir para pakar yang siap berbagi ilmu terkait penanganan masalah-masalah psikologis pekerja migran, ” ujarnya. (EK)