SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Gerindra Ali Zamroni menyesalkan kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang kembali menuai kontroversi di publik menyusul mundurnya tiga organisasi besar Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dalam Program Organisasi Penggerak (POP)
“Saya tak kaget dengan kebijakan Mendikbud kembali membuat gaduh. Pasalnya sejak dilantik hingga saat ini, banyak kebijakan Mendikbud menuai kontroversi, ” kata Ali Zamroni di Jakarta, Senin (27/7/2020).
POP muncul menyusul terbitnya surat Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) tanggal 17 Juli 2020 Nomor 2314/B.B2/GT/2020 yang berisi Pemberitahuan Hasil Evaluasi Proposal Program Organisasi Penggerak (POP). Dalam surat tersebut, terdapat 156 organisasi yang terpilih untuk mendapatkan dana APBN antara Rp. 1-20 milliar untuk menjalankan program-programnya.
Ali Zamroni mengatakan POP yang total pembiayaan dibebankan pada APBN senilai Rp600 Miliar itu, dua pihak swasta dalam daftar nama organisasi terpilih yakni Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation. Tak ayal kebijakan tersebut mengakibatkan tiga organisasi besar Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan PGRI lantaran tak jelasnya kriteria seleksi organisasi POP tersebut.
Selain itu lanjut Ali Zamroni dari informasi yang diperolehnya beberapa organisasi Muslimat NU, Aisyiyah, maupun IGNU tidak lolos seleksi dalam POP tersebut. “Cukup ironi, tiga organisasi besar mundur diri dari POP. Mestinya yang malu dan mengundurkan diri dari POP ini, Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation bukan NU Muhammadiyah dan PGRI, ” ujar Ali Zamroni.
Politikus dari Fraksi Partai Gerindra ini menilai POP sarat konflik kepentingan karena Sampoerna Foundation dalam POP memperoleh kategori Gajah sehingga memperoleh dana Rp 20 Miliar. “Dirjen GTK Kemdikbud Iwan Syahir yang menandatangani SK penetapan organisasi POP itu merupakan mantan Dekan di Universitas Sampoerna, ” katanya.’
Meski demikian, Ali Zamroni memberikan apresiasi atas adanya POP yang bermanfaat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan. Ali meminta agar badan independen SMERU yang melakukan seleksi kepada organisasi dalam POP tersebut bersikap transparan mengenai proses dan hasil seleksi terhadap organisasi yang lolos dalam POP.
“Kami apresiasi SMERU telah melakukan evaluasi dan sebaiknya hasil penilaian ini diberitahukan pada peserta untuk perbaikan ke depannya. Organisasi yang tak lolos, harus diberitahu kenapa tidak lolos, apa sebabnya, kekurangannya apa, ” kata Ali Zamroni seraya berharap agar POP tetap diteruskan dan alokasi anggarannya dibuat lebih fleksibel sesuai kriteria tertentu.
Meski demikian, Ali Zamroni memberikan apresiasi atas adanya POP yang bermanfaat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan. Namun Ali meminta agar badan independen SMERU yang melakukan seleksi kepada organisasi bersikap transparan mengenai proses dan hasil seleksi terhadap organisasi yang lolos dalam POP.
Mendikbud Nadiem Makarim, pada Jumát (24/7/2020) menyatakan pihaknya akan melakukan evaluasi lanjutan untuk menyempurnakan program tersebut setelah pemerintah menerima masukan dari berbagai pihak terkait POP.
Ali Zamroni mengungkapkan kebijakan kontroversi Mendikbud sebelumnya yakni penghapusan nomenklatur pendidikan masyarakat dan kesetaraan. Kontroversi sebelumnya yaitu membayar iuran sekolah melalui Gopay, maupun kerja sama Kemdikbud dengan Netflix.(EK)