SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Terbentuknya Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat ( TAPERA ) untuk mengatasi masalah tidak adanya dana efektif jangka panjang untuk pembiayaan perumahan. Di sisi lain, besaran iuran yang diatur melalui peraturan pemerintah mengenai TAPERA , masih memberatkan para pengusaha.
Ketua umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Rosan P Roeslani membahas hal tersebut pada seminar UU TAPERA bertajuk “Solusi dan langkah nyata pelaksanaan UU TAPERA dalam mensukseskan program Nawacita,” di Grand Sahid Jaya Hotel , Jakarta Kamis (27/10/16).
Dalam acara ini Rosan mengatakan, sebaiknya UU TAPERA tidak memaksakan pengenaan beban bagi perusahaan pemberi kerja.
” Pemerintah sudah berkewajiban menyediakan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah ( MBR), pekerja formal tidak perlu dibebani iuran sebagaimana isi UU TAPERA,” ucap Rosan.
” Pengusaha seharusnya diberikan ruang dan tidak langsung dikenakan iuran TAPERA, sehingga iuran itu tidak semakin memberatkan pihak pengusaha atau pemberi kerja,” tambah Rosan.
Target kepesertaan TAPERA lebih mengarah pada masyarakat berpenghasilan rendah dan pekerja informal yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dan sumber pendanaannya dapat diambil dari APBN/APBD, atau dari sumber pembiayaan publik lainnya yang selama ini sudah di pungut dari pelaku usaha melalui pajak.
” Penerapan TAPERA bila tidak disikapi dan dilaksanakan dengan bijaksana, maka dapat menimbulkan permasalahan sosial, karena semua orang wajib membayar iuran ,tapi tidak semua orang bisa menikmati,” Ujar Bambang Soesatyo Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Hubungan Antar Lembaga, yang juga hadir di kesempatan seminar UU TAPERA.
Dalam kegiatan ini, hadir pula Ketua Komite Tetap KADIN Bidang Hubungan Antar Lembaga dengan Swasta, Ikang Fawzi mengatakan pemerintah harus bertanggung jawab penuh dalam penyediaan fasilitas perumahan bagi MBR. Seharusnya pemerintah lebih dulu mewujudkan target membangun sejuta rumah dan memperkuat kerjasama dengan pihak pengembang serta memastikan dukungan infrastruktur dan keringanan perizinan .
” Pengesahan UU TAPERA harus adil, tidak hanya bagi MBR tetapi juga tidak memberatkan bagi pengusaha. Pemerintah harus lebih intensif menyediakan fasilitas rumah yang layak dan terjangkau,” Jelas Ikang Fawzi.
Keberadaan UU TAPERA diharapkan mampu mengurangi angka kebutuhan rumah (backlog) . Data Badan Pusat Statistik ( BPS ) menyebutkan angka backlog mencapai 13,5 juta unit. Sejak tahun lalu pemerintah melakukan upaya mengurangi angka backlog melalui program satu juta rumah . (igoy)