SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020,
mengatur tentang Pedoman Pengurusan Jenazah yang terinfeksi virus SARS-CoV-2 atau Corona, sebagai bentuk komitmen keagamaan dan ikhtiar dalam menangani, merawat sekaligus menanggulangi Covid-19, demikian dijelaskan Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Dr. H.M Asrorun Ni’am.
Ada tiga aspek yang harus diperhatikan sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai komitmen dan ikhtiar. Aspek Pertama; Ketertundukan manusia untuk menyadari bahwa ini sebagai musibah, dan menjamin bagaimana tetap di dalam koridor untuk tetap tunduk terhadap aturan Allah dengan meningkatkan keimanan, ketaqwaan dan tetap melaksanakan ibadah.
Aspek Kedua; Menjaga keselamatan diri, bahwa hal itu bagian dari tugas keagamaan dan kemanusiaan serta tugas penghambaan diri kepada Allah SWT. Dan selanjutnya, Aspek Ketiga; Memastikan keselamatan orang lain dan juga proses-proses seperti perawatan, pengurusan jenazah harus sesuai ketentuan agama dan protokol kesehatan.
Fatwa MUI No. 18 Tahun 2020 juga menyinggung mengenai hukum yang mengatur bahwa setiap muslim yang menjadi korban Covid-19, secara syari adalah syahid dan mendapatkan kemuliaan dan kehormatan dari Allah SWT, ungkap Asrorun.
Kemudian terkait Pemakaman, ada 4 (empat) hal yang menjadi bagian dari hak jenazah yang harus ditunaikan oleh setiap muslim secara perwakilan antara lain Pemandian, Pengkafanan, Pengsholatan, dan Penguburan Jenazah, dengan menerapkan Protokol Kesehatan tanpa meninggalkan ketentuan yang telah diatur dalam agama.
Seperti untuk Proses Pemandian Jenazah; Dimungkinan dengan proses pengucuran air ke seluruh tubuh, apabila tidak dimungkinkan bisa tayamum, apabila tidak dimungkinkan lagi maka dapat langsung dikafankan. Untuk Proses Pengkafanan; Bisa dilakukan dengan melengkapi proteksi menggunakan plastic tidak tembus air, kemudian diletakkan ke dalam peti dan proses disinfeksi yang dimungkinkan secara syar’i. Dan untuk Proses Penshalatan; Dalam hal ini harus dipastikan bahwa tempat shalat aman dan suci dari proses penularan, minimal 1 orang muslim.
Dengan mengikuti protokol kesehatan di dalam proses kepengurusan jenazah dan juga ketentuan di dalam fatwa sebagai panduan kepengurusan jenazah Muslim, maka tidak perlu lagi ada kekhawatiran terjadinya penularan kepada orang yang hidup.
“Kekhawatiran dan juga kewaspadaan tetap penting, tetapi harus dibingkai dengan ilmu pengetahuan dan juga pemahaman yang utuh. Jangan sampai, akibat kekhawatiran kita minus pengetahuan yang memadai, kemudian kita berdosa, karena tidak menunaikan kewajiban atas hak jenazah dengan melakukan penolakan pemakaman” jelas Asrorun seraya menutup.(Tjo)