SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi mengumumkan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap pengerjaan sejumlah proyek infrastruktur di Papua. Enembe diduga menerima imbalan dari direktur sekaligus pemegang saham PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka (RL), yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.
“Tersangka RL diduga menyerahkan uang pada tersangka LE dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat membacakan konstruksi perkara yang menjerat kedua tersangka dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/1/2023).
Alex menjelaskan, pada 2016, Rijatono mendirikan PT TBP yang bergerak di bidang konstruksi. RL menjabat direktur sekaligus pemegang saham di perusahaan tersebut.
“Untuk proyek konstruksi, perusahaan tersangka RL diduga sama sekali tidak memiliki pengalaman karena sebelumnya adalah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi,” ujar Alex.
Selanjutnya, mulai 2019-2021, Rijatono mengikuti berbagai proyek pengadaan infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.
Untuk bisa mendapatkan berbagai proyek tersebut, kata Alex, tersangka Rijatono diduga melakukan komunikasi, pertemuan, hingga memberikan sejumlah uang sebelum proses pelelangan dilaksanakan dengan harapan bisa memenangkan lelang tersebut.
Adapun pihak-pihak yang ditemui tersangka Rijatono di antaranya ialah Lukas Enembe dan beberapa pejabat di Pemprov Papua.
“Diduga kesepakatan yang disanggupi tersangka RL untuk diberikan yang kemudian diterima tersangka LE dan beberapa pejabat di Pemprov Papua, yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN,” kata dia.
KPK membeberkan paket proyek yang didapatkan oleh tersangka Rijatono, yakni proyek multiyears peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp 14,8 miliar, proyek multiyears rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp 13,3 miliar, serta proyek multiyears penataan lingkungan arena menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp 12,9 miliar.
“Setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, tersangka RL diduga menyerahkan uang pada tersangka LE dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar,” ujar Alex.
KPK juga menduga Lukas Enembe telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga sejumlah miliaran rupiah. Saat ini, KPK sedang mengembangkan lebih lanjut soal penerimaan gratifikasi itu.
Lukas Enembe sebagai terduga penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Rijatono selaku terduga pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 UU 20/2001.
Lukas Enembe telah dua kali dipanggil KPK untuk diperiksa. Namun, orang nomor satu di Bumi Cenderawasih tersebut tak pernah datang dengan dalih sakit. Enembe pun berkali-kali meminta berobat ke Singapura. KPK menyatakan dapat mengizinkan Lukas Enembe berobat ke Singapura jika ia sudah berstatus tahanan KPK.
“Saya ingin menyampaikan bahwa yang bersangkutan bisa berobat di Singapura dengan didampingi petugas KPK dan yang bersangkutan tentu statusnya harus menjadi tahanan KPK dulu baru bisa berobat ke Singapura,” kata Alex.
Menurut Alex, KPK sudah menawarkan kepada Lukas Enembe untuk berobat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta.
“Kami akan jemput kalau yang bersangkutan bersedia untuk berobat di Jakarta. Kalau nanti rumah sakit di Jakarta menyatakan tidak sanggup mengobati penyakit yang bersangkutan, kami akan memfasilitasi untuk berobat sesuai dengan keinginan yang bersangkutan berobat di Singapura. Tetapi, sekali lagi, harus sudah menjadi tahanan KPK. Kalau yang bersangkutan membutuhkan perawatan yang harus rawat inap, tentu nanti kami akan bantarkan. Kan seperti itu,” kata dia.
Alex pun membantah anggapan yang menyebut KPK tidak tegas karena tidak menjemput paksa Lukas Enembe. Dia mengatakan, KPK menghindari kemungkinan konflik horizontal jika menjemput paksa untuk memenjarakan Enembe.
“Bukan kami enggak tegas, bisa saja kami jemput paksa. Terkait dengan efek sampingannya nanti, kalau masyarakat nanti yang dirugikan (karena) terjadi konflik, tentu itu yang enggak kami kehendaki,” kata Alex.
Saat ini, KPK masih berkoordinasi dengan aparat penegak hukum setempat. Hal itu dilakukan sebagai upaya menghindari terjadinya konflik yang dapat merugikan masyarakat sipil.
“Kami menunggu informasi dari aparat setempat apakah memungkinkan untuk dilakukan penahanan dan seterusnya, termasuk penjemputan. Kecuali dari Lukas Enembe yang menyampaikan akan kooperatif, yang bersangkutan bersedia ke Jakarta, itu akan lebih bagus. Buat masyarakat juga lebih bagus,” ujar Alex.
Tim kuasa hukum Lukas Enembe pada Senin (28/11/2022) mengirimkan surat ke KPK perihal permintaan kliennya agar diizinkan berobat ke Singapura karena kondisi kesehatannya makin memburuk.
“Terkait kondisi Pak Lukas, sudah semakin memburuk karena tiga hal. Penyakit beliau ginjal, paru, sama strok-nya, sehingga dokter-dokter di Singapura sudah mengirim rekomendasi yang intinya bahwa Pak Lukas harus segera dibawa ke Singapura. Kalau dibiarkan satu minggu terakhir nanti keadaan akan sangat memburuk dan bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” kata salah satu kuasa hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona.
Langsung Ditahan
Sementara itu, KPK langsung menahan Rijatono Lakka (RL). Dia ditahan setelah diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe. Rijatono diperiksa di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, sejak Kamis (5/1/2023) pagi.
Setelah menjalani pemeriksaan, Rijatono langsung ditahan KPK. Rijatono terlihat turun dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 16.44 WIB. Rijatono tampak mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye.
Tangan Rijatono juga terlihat diborgol. Dia digiring sejumlah petugas KPK menuju ruang konferensi pers untuk diumumkan status penahanannya.
“Ditahan untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 5 Januari 2023 sampai dengan 24 Januari 2023,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Kasus ini bermula saat Rijantono mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, PT Tabi Bangun Papua tidak punya pengalaman di bidang pembangunan.
PT Tabi Bangun Papua sebelumnya bergerak di bidang farmasi. KPK menduga Rijantono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Gubernur Papua Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai.
Diduga kesepakatan yang disanggupi Rijanto yang diterima Lukas Enembe dan beberapa pejabat di Pemprov Papua. Di antaranya, adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijantono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, Rijanto diduga menyerahkan uang pada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp1 miliar. Namun demikian, KPK menduga penerimaan hadiah ke Lukas bukan cuma uang Rp1 miliar.
Dalam kasus ini, Rijantono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (wwa)