SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Toolkit Pemantauan, Pelaporan, dan Verifikasi untuk kegiatan Inventarisasi Gas Rumah Kaca (IGRK) Sektor Non-Lahan dan Penguatan Kelembagaan (institutional arrangement) ini bertujuan untuk memudahkan penyusunan data aktivitas inventarisasi GRK pada sektor energi dan sektor limbah, serta mekanisme pelaporannya di tingkat daerah. Toolkit tersebut diluncurkan bersama oleh
KLHK, GIZ Indonesia, Koaksi dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL),
Kegiatan IGRK pada dasarnya perwujudan dari Perpres No. 71 tahun 2011 yang memandatkan penyusunan IGRK nasional harus melibatkan partisipasi aktif pemerintah di tingkat sub-nasional (provinsi/kabupaten/kota) dengan adanya pemutakhiran data antara pusat dan daerah. Peraturan ini diturunkan menjadi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 73 tahun 2017 yang menjelaskan kegiatan inventarisasi GRK dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai tingkat, status, dan kecenderungan perubahan emisi GRK secara berkala dari berbagai sumber emisi dan penyerapannya. Penghitungan dilakukan pada empat kategori sumber emisi atau sektor, yaitu 1.) energi, 2.) industri, 3.) penggunaan lahan yang mencakup pertanian, kehutanan, serta perubahan penggunaan lahan lainnya, dan 4.) pengelolaan limbah.
Inventarisasi GRK pada dasarnya adalah kegiatan untuk memperoleh data dan informasi mengenai tingkat, status, dan kecenderungan perubahan emisi yang dihasilkan dari berbagai sumber dan penyerapannya, termasuk simpanan karbon (carbon stock). Tujuannya untuk memantau dinamika emisi GRK yang akan digunakan untuk mengevaluasi kegiatan mitigasi perubahan iklim, serta menyusun laporan status emisi GRK nasional.
Langkah taktis Indonesia ini dimulai saat penyelenggaraan Conference of Parties (COP) yang ke-21 pada tahun 2015 lalu. Saat itu, Indonesia telah menyatakan komitmen untuk menurunkan emisi GRK. Komitmen Indonesia tersebut diperkuat melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) Republik Indonesia yang pertama pada bulan November 2016 dengan ditetapkannya target unconditional sebesar 29% dan target conditional sampai dengan 41% dengan skenario business as usual (BAU) pada tahun 2030.
Jika dikalkulasi secara nasional, target penurunan emisi pada tahun 2030 berdasarkan NDC adalah sebesar 834 juta ton CO2e pada target unconditional (CM1) dan sebesar 1,081 juta ton CO2e pada target conditional (CM2). Untuk memenuhi target tersebut, secara nasional telah dilakukan berbagai aksi mitigasi pada semua sektor oleh penanggung jawab aksi mitigasi.
Dr. Ruandha Agung Sugardiman, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengatakan bahwa, “Toolkit ini dapat mempermudah pekerjaan inventarisasi gas rumah kaca, baik di pusat maupun di daerah. Dan, kegiatan sosialisasi yang terkait dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang memadai pada pemerintah daerah secara baik dan benar”.
Sekaligus, ke depannya, peran pemerintah daerah dalam menyusun inventarisasi GRK akan lebih komprehensif lagi sehingga perlu dilakukan penguatan kelembagaan untuk memastikan pendekatan bottom-up berjalan dengan baik. Tujuan penerapan pendekatan top-down dan bottom-up adalah untuk mendapatkan keselarasan hasil antara perhitungan yang dilakukan di tingkat nasional dengan perhitungan yang dilakukan pemerintah daerah, tambahnya.
Sementara itu, Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc, Direktur Inventarisasi GRK dan MPV, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menegaskan terkait Toolkit yakni Toolkit didesain untuk menjadi simpul dari berbagai sumber data inventarisasi GRK sektor limbah dan sektor energi yang ada di tingkat pemerintah daerah serta lembaga terkait di daerah tersebut.
Selain untuk penyusunan data aktivitas, ia juga menjadi panduan bagi pemerintah daerah dalam mencari berbagai alternatif sumber data. Pada tiap sub-sektor dalam sektor limbah dan sektor energi akan ada penjelasan mengenai cara memperoleh data primer dan dokumen yang bisa dijadikan referensi sebagai sumber data sekunder, lanjutnya. Disamping ada pula informasi soal sistem inventariasi GRK Nasional, model pelaksanaan inventarisasi GRK di tingkat kabupaten/kota, hingga teori perubahan dan identifikasi kelembagaan inventarisasi GRK yang memiliki dasar hukum.
“Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan panduan ini,” kata Syaiful Anwar.
Disisi lain, Koaksi Indonesia senang sekali mendapat kesempatan untuk terlibat dalam proses pengembangan toolkit ini bersama dengan KLHK, GIZ Indonesia, dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), terutama karena ia menjadi alat bantu yang dibangun sesuai dengan kebutuhan daerah, serta menjadi bagian dari aksi mengukur upaya mitigasi perubahan iklim nasional yang sesuai dengan visi kami, yaitu negara kita memiliki upaya pencegahan dan penanggulangan perubahan iklim yang konkrit.
“Kabar baiknya, toolkit ini diaplikasikan kepada seluruh pemerintah daerah sehingga memudahkan mereka melakukan inventarisasi GRK,” jelas Eva Fitrina, Direktur Operasional dan Keuangan, Koaksi Indonesia, dalam “Sosialisasi Virtual Toolkit Sign Smart” kali ini.
(tjo; foto dok koaksi