SUARAINDONEWS.COM, Bekasi-Persatuan Pedagang Pasar Bantargebang (P3B) menyatakan tidak pernah menolak upaya Pemerintah Kota Bekasi untuk merevitalisasi Pasar Bantargebang. Bahkan P3B sepakat untuk Pemkot Bekasi merelokasi ‘pedagang awning’ (150 pedagang pada 18 Maret mendatang, red) ke dalam kios kios di Pasar Bantargebang yang masih kosong tersebut. Hanya saja, P3B masih belum sepakat dengan harga kios di Pasar Bantar Gebang yang dikelola PT Javana dengan harga Rp 26 juta per meter persegi. Bahkan P3B menuntut harga kios di Pasar Bantargebang dapat disesuaikan hingga 50 persen dari harga yang ditawarkan selama ini.
Demikian diungkapkan penasehat hukum P3B, Juanda SH saat didampingi Muslim SH, serta sejumlah pengurus P3B, diantaranya Mulya dan J.Daud, yang mewakili 600 pedagang Pasar Bantargebang (bertandatangan diatas materai, red) usai mediasi revitalisasi pedagang Pasar Bantargebang Bekasi dengan Pemprov Bekasi di Aula Polres Kota Bekasi (13/3) yang berlangsung tertutup itu.
“Dan penting diketahui bahwa P3B tidak pernah mewakilkan kepentingan mereka kepada pihak lain, selain kepada kami penasehat hukum yang telah ditunjuk,” lanjut Juanda SH, yang turut hadir pada mediasi di Aula Polres Kota Bekasi itu.
Terkait hal ini, para pedagang yang tergabung dalam Persatuan Pedagang Pasar Bantargebang (P3B), tidak saja sudah melayangkan surat kepada Pemkot Bekasi, juga kepada sejumlah Komisi di DPRD Kota Bekasi, namun belum ada tanggapan. Kami ingin bertemu Pemkot dan berdialog soal ini, juga pihak pengembang PT.Javana, tambah Juanda, SH.
Sebelumnya, ratusan pedagang Pasar Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, unjuk rasa menolak harga kios paska revitalisasi sebesar Rp 26 juta per meter. Padahal belum ada kesepakatan harga kios dengan Pemkot Bekasi dan pengembang pasar pada naiknya harga sewa kios per unit. Bahkan P3B tidak pernah dilibatkan dalam sosialisasi revitalisasi Pasar Bantargebang yang menelan anggaran sebesar Rp.42 Miliar tersebut.
“P3B tidak pernah diajak berdialog, bahkan mereka oknum yang mengatasnamakan kami dan telah menentukan harga sepihak. Kami menganggap harga kesepakatan tersebut gugur demi hukum. Kami tidak menolak revitalisasi pasar, kami juga bukan meminta Pemkot untuk menggratiskan kiosnya. Tapi kami berharap Pemkot memberikan jalan tengah terbaik dalam persoalan ini serta mengerti kondisi perdagangan di Pasar Bantargebang yang masih menurun,” lanjut Mulya.
Seperti diketahui, rencana biaya penjualan kios pasca revitalisasipun dianggap terlalu mahal bagi pedagang lama. Dimana pemerintah mematok harga sewa kios selama 20 tahun sebesar Rp.26 juta/meter bagi para pedagang lama untuk kios yang sudah direvitalisasi, sedangkan untuk pedagang baru ditawarkan seharga Rp.35 juta/meter.
“Jadi hasil mediasi hari ini, saya pribadi mendukung program pemerintah dan kami setuju juga dengan keputusan bu Mulya untuk merelokasi teman teman pedagang di depan dinaikan ke TPS sementara diatas. Jadi kami dari penasehat hukum P3B mendukung. Cuma memang ada sedikit pertanyaan yang belum terjawab disini yakni terkait harga kios.
Jadi harga yang sekarang disampaikan PT.Javana menurut hemat saya dan tim belum sesuai. Karena kami mengambil sampling di tiga pasar (Jati Asih, Kranji dan Fammily Mart). Dari ketiga sampling itu, mereka kan merombak total dengan revitalisasi, harga kiosnya hampir sama dengan Pasar Bantargebang.
Sementara Pasar Bantargebang bukan bongkar total, tapi renovasi. Sehingga kami tim penasehat hukum akan berusaha untuk berusaha menegosiasi ulang ke PT.Javana untuk memohon adanya harga yang bisa disesuaikan. Mudah mudahan bisa dikabulkan.
Dan kami juga segera memohonkan kepada Walikota Bekasi, mungkinkan pak Wali belum tahu tujuan kami ini. Khususnya keluhan keluhan di lapangan. Karena kalau hanya melihat teori saja sih mudah ya, tapi faktanya pergerakan ekonomi di pasar kan tidak seindah teori yang dipaparkan tadi pada mediasi tadi. Jadi jangan samakan dengan pedagang yang sudah mapan dan besar. Mari kita bicarakan dengan pedagang yang di tingkat grass root. Harapannya tentu ada solusi, baik dari PT.Javana serta Pemkot pun dapat ikut membantu kami para pedagang,” tutup Juanda, SH yang didampingi Mulya, usai mediasi.
Turut hadir dalam mediasi tertutup di Aula Polres Kota Bekasi, yakni dari P3B (20an orang), Rukun Warga Pedagang (RWP, yang turut menandatangani penetapan harga dengan PT.Javana, ada 10 orang lebih), Wakapolres Kota Bekasi, Kabag Ops Polres Kota Bekasi Wisnu, dari PT.Javana, Kabid Pasar Romy, Kepala Unit Pasar Jayadi, serta Danramil.
Perlu diketahui pula, ditambahkan Mulya, bahwa RWP beda dengan P3B, dan P3B ini tadinya tidak ada dan tidak pernah diajak sosialisasi pasar, setelah datangnya surat dan langsung adanya harga kios, barulah kami diberitahu kalau kami tidak membayar uang muka misalnya 10 persen dahulu dari 30 persen dalam dua hari, dianggap hangus. Disitulah terjadinya P3B. Gejolaknya. Dan lantaran karena kami dianggap oknum nggak jelas maka sekarang kami perjelas dengan legalitas. Sehingga sekarang P3B sudah berbadan hukum.
Untuk selanjutnya kami akan berkonsultasi dengan tim P3B terkait hasil mediasi ini, melakukan pemeberitahuan dan permohonan kepada Walikota Bekasi dan pengembang PT.Javana, semoga ada titik temu, dan apabila tidak ada titik temu, kemungkinan kami akan menempuh jalur hukum, ujar Juanda SH lagi sekaligus menyudahi.
Sementara Kepala Pasar Bantargebang, Jayadi, dalam sejumlah pemberitaan saat penolakan oleh Persatuan Pedagang Pasar Bantargebang, mengatakan bahwa kondisi pasar banyak bagian-bagian bangunan yang sudah lapuk dan rusak akibat termakan usia dan cuaca. Pasar sudah tidak layak, atapnya banyak yang bocor dan bolong, rembesan banyak, parkir mobil untuk bongkar muat juga susah. Dan masalah revitalisasi sudah direncanakan sejak lama, dan sudah disosialisasikan pula ke para pedagang. Sosialisasi sudah dari 2 tahun, dari kepala pasar yang pertama sampai jadilah perjanjian kerjasama (PKS) itu.
Menurutnya, para pedagang nantinya akan ditempatkan di lokasi yang sesuai dengan jenis dagangan, agar lebih memudahkan transaksi jual beli. Pihaknya akan tetap memprioritaskan pedagang eksisting untuk menempati kios-kios yang tersedia. Pedagang luar baru akan diberi ruang jika ada kios yang tersisa.
“Kita utamakan buat pedagang kita dulu. Kalau ada lebihnya silakan pengembang jual sama yang lain. Tapi kalau belum ada, tunggu informasi dari saya. Kalau pedagang saya belum kebagian semua, jangan coba-coba jual,” tegasnya dan terkait harga sewa kios harga mulai Rp.26juta sampai sekian, memang bervariasi tergantung posisi, ada yang di hook, tengah atau yang di belakang, ungkapnya.
Namun bagi para pedagang, harga kiosnya jadi lebih mahal ditawarkan pada kami para pedagang yang sudah lama. Selain itu, surat edaran tentang pengosongan pasar yang dikeluarkan pemerintah pun janggal. Dalam surat yang mengingatkan hak pedagang dalam pemakaian kios pasar sudah berakhir sejak Oktober 2019 lalu, tapi suratnya tidak ada kop dan tandatangannya, jadi kami tidak percaya. Dan lokasi sementara relokasi pedagang tidak representatif. Bahkan lebih mirip kandang burung dibanding tempat jualan. Seharusnya pemerintah tidak merugikan pedagang selama proses revitalisasi pasar. Penyediaan tempat dagang sementara harusnya ada di luar lingkungan pasar.(tjo; foto istimewa)