SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Bertajukan NOOR, Baron Basuning Studio bekerja sama dengan Galeri Nasional Indonesia menyajikan 38 karya dalam Pameran Tunggal 20 Tahun Berkarya Seni Rupa Abstrak Baron Basuning. NOOR, Light or Cahaya dalam kepercayaan Islam, “Sang Ilahi” dinyatakan sebagai sesuatu yang Nir-Rupa, abstrak atau pun tanpa figur. Puncak dari segala cahaya.
Disamping mengambil ide dari bangunan-bangunan peninggalan kebudayaan Islam Taj Mahal, Al Hambra, dengan liku-liku sejarahnya. Selain, kecintaan kuat akan tanah airnya dan leluhur juga mempengaruhi Baron dalam berkarya dan memilih tema berpameran.
Baron yang masa mudanya mendapat kesempatan berkelana ke berbagai belahan dunia, tanpa disadari kerap menghasilkan karya yang merupakan perpaduan antara pengalaman batin dan ingatan kuat pada tempat yang pernah ia kunjungi. Dan pameran di Galeri Nasional Indonesia, 8 Januari – 8 Februari 2019 ini, sekaligus sebagai media untuk menunjukkan geliat serta eksistensi seni rupa abstrak Indonesia.
“Tentu Baron memiliki banyak kisah dan pengalaman menarik dalam proses berkarya. Baron merupakan sosok yang bereksplorasi tanpa batas. Ia telah mengunjungi banyak tempat di berbagai negara hingga ke Kutub Utara dan Selatan. Ditambah profesinya sebagai aktivis dan jurnalis sebelum memilih menjadi seniman secara total, hal tersebut membuat Baron berbeda dari seniman lainnya. Sosok dan latar belakang Baron ini tak hanya menjadi bumbu, namun justru menguatkan ‘rasa’ dalam setiap karyanya. Maka pameran tunggal Baron Basuning kali ini layak untuk ditunggu kejutannya,” jelas Kepala Galeri Nasional Indonesia, Pustanto.
Sementara Eddy Soetriyono, selaku kurator melihat karya karya Baron Basuning bukanlah eksperimen yang lebih mengejar kehebohan ketimbang kemajuan estetika. Tapi sebuah karya kreatif tanpa henti untuk membuka zona-zona baru. Tak heran, dialah pelukis abstrak Indonesia masa kini yang berada di tataran avant-garde.
Lihatlah bagaimana Baron Basuning menatap lekat langit-langit Nasrid Palace, Alhambra. Lewat sinar yang menembusi jendela jendela kecil di Kubah peninggalan peradaban Islam abad ke-14 di Granada, Spanyol itu. Bersaling silang, menjalin pantulan di antara rongga-rongga “muqarnas”, di antara ceruk-ceruk “kubah stalagtit”. Tinggallah “noor” permata. Tinggal binar yang bekerja tanpa kenal sudah.
Atau begitu juga saat Baron memasuki Masjid Nasir Al Mulk di Shiraz, Iran, yang selesai dibangun di tahun 1888. Terusik rasa estetik Baron ketika sinar matahari pagi menjelma, berkas-berkas cahaya menembus stained-glass, sehingga melumerkan garis jeruji-jeruji besi yang seolah memenjarakan bentuk dan warna hingga keduanya membeku. Cahaya surya telah membebaskan mereka dari bui jeruji bertimah patri. Nur (“noor”) matahari telah membuat kaca-kaca warna itu kreatif menciptakan berbagai bentuk komposisi yang selalu bergerak mengatasi kemandekan.
Sama halnya saat ketika khusyuk dalam hening pada sebuah Taj Mahal di Agra, India, seraya mengagumi rancangan Taj Mahal untuk lebih menggarisbawahi kebesaran Tuhan melalui batu pualam ciptaan-Nya. Dia terpukau dengan pemikiran sang arsitek, Ahmad Lahori yang seperti menyusun berbagai lukisan abstrak, lengkap dengan piguranya, yang masing-masing memiliki keindahan yang berbeda. Ada gelombang awan; deretan perbukitan; riak ombak menabrak karang; dan sebagainya.
“Lukisan-lukisan abstrakku mesti mengalir wajar seperti marmer-marmer pilihan Ahmad Lahori ini,” tekad Baron.
Maka lahirlah lukisan-lukisan Baron Basuning yang kini bisa Anda nikmati. Inspirasinya dari perjalanan ke berbagai bangunan Islam yang memiliki nilai artistik yang khas. Juga pada pengembaraannya ke New York (“Fairytale of New York”), ke “Antartica Peninsula”, ke India (“Semburat Merah di Bukit Sabhika”). Atau tentang dirinya sebagai pengembara kepada migrasi burung antar-benua (“Balance”).
Baron Basuning kelahiran Pagar Alam, Sumatra Selatan, September 1961. Sebelum menekuni seni rupa, pada pertengahan era 90–an Baron pernah bergabung sebagai aktivis dan jurnalis dalam Komunitas Erros Djarot. Pasca–98 ia terjun ke dunia seni rupa lantaran terinspirasi dari hamparan salju putih Kutub Selatan yang tak berujung bak sebuah kanvas besar. Setelah itu Baron pun menggelar 12 pameran tunggal, dan beberapa pameran bersama. Bahkan pernah diundang Agora Gallery, New York untuk memamerkan karya-karyanya.
(pung; foto dok GNI