SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Setelah cukup sabar menunggu hingga 1,5 tahun atas kerap diganggunya dalam proses legalisasi lahan di Kampung Rawa Semut, Jati Asih, Kota Bekasi, seluas 1.781 meter persegi. Juanda SH didampingi organisasi kemasyarakatan Forum Betawi Rempug, Korwil, Kota Bekasi, yang diketuai Djarot melakukan pengamanan fisik atas lahan tersebut. Tampak hadir juga Wakapolsek Jatiasih, Bimas Polsek Jatiasih dan sejumlah tokoh masyarakat sekitar.
Tidak sampai disana saja, Juanda SH yang juga selaku kuasa hukum ahli waris di lahan 1.781 meter persegi tersebut telah mengajukan peningkatan hak kepada Badan Pertanahan Nasional Kota Bekasi sejak Februari 2018. Namun sayangnya hingga kini dikabarkan masih tertahan di Tim A BPN Kota Bekasi. Meski telah mengantongi Surat Bebas Sengketa dari Kelurahan Jatiasih.
Bahkan menurut penjelasan dari BPN Bekasi Kota, masih menunggu peta tanah YKKPKJTIM yang masih dipegang orang lama BPN yang sudah pensiun. Sementara itu Rizhdan, yang pernah mengukur lahan itu, sudah bertemu dengan orang lama BPN yang sudah pensiun itu dan dijanjikan akan diperlihatkan peta lamanya. Tapi hingga sekarang belum diberikan juga. Jadi masih menunggu dan masih menjalin komunikasi dengan Rizhdan untuk perkembangan lebih lanjut.
Oleh karenanya, atas penguasaan lahan Ahmad Surya Gumbhyra seluas 1.781 M2 secara fisik ini, Juanda SH menyatakan siap digugat siapa pun bila harus berlanjut ke Pengadilan. Pasalnya dirinya memiliki bukti kuat berdasarkan bukti bukti otentik yang dimilikinya, diantaranya bukti PBB hingga tahun 2017, Surat Ketetapan Iuran Pembangunan Daerah atas nama Ahmad Surya Ghumbyra tahun 1981, AJB No.1721 Tahun 1981, AJB No.759 Tahun 1981, AJB No.1216 Tahun 1981, Girik 1845 Persil 11.DI dan Surat Keterangan dari 8 Ahli Waris pemilik lahan tersebut dan sejumlah dokumen penting lainnya. Lahan seluas 1781 meter persegi ini berbatasan dengan lahan milik Mulyadi dan SHM 1768 an Coster Pangaribuan, Tjanam Jalim, Nasrul Nazar dan Jalan Lingkungan.
Termasuk Surat Keterangan dari Yayasan Kesejahteraan Karyawan Pusat Kewenian Jakarta Taman Ismail Marzuki Nomor 011/YKKPKJTIM/VII/2017, tertanggal 20 Juli 2017, yang ditandatangani Ketua YKKPKJTIM, Drs.Umaryoto serta para Ahli Waris antara lain Yusneni Martimah, Adde Yulia, Daan Perdanaputra, Chandra Roswinandra, Dinda Ayuningtyas, Pandji Barani, Yani Nurbayani, dan Yuyu Sari Bungsuna. Disamping bukti SPPT PBB Nomor 32.75.020.004.004-0763.0 an Ahmad Surya Gumbhyra.
Sementara itu berdasarkan data yang di cuplik dari media online wartabuana, bahwa diatas lahan yang diakui Juanda SH lewat kliennya. Bukanlah area lahan yang menjadi hak kliennya yang telah di Akte Jual Belikan. Karena berdasarkan hasil pengukuran lahan tersebut enam bulan lalu dari BPN Kota Bekasi, lahan 1.800 meter persegi yang diakui itu masuk kedalam luasan lahan milik Kasam Bin Jalim, yang menguasakannya kepada Muhammad.
Oleh sebab itu, Muhammad mempersilakan Juanda SH untuk melanjutkannya ke Pengadilan. Lantaran hal itu memang prinsip dari seorang kuasa hukum untuk menangani perkaranya hingga ke jalur hukum pengadilan.
“Saya sih ikutin aja alur pak Juanda. Apapun yang dia lakukan kita tinggal tunggu reaksinya. Karena saya penerima kuasa dari ahli waris Kasam Bin Jalim. Dimana luasannya di girik seluas 3.550 meter persegi. Sedang hasil ukur plotting saya dari BPN Bekasi, luasannya sebesar 6.600 meter persegi. Itu hasil ukur saya kurang lebih enam bulan lalu. Dan luas tanah itu termasuk tanah yang diakui kliennya pak Juanda,” jelas Muhammad yang dihubungi via telepon.
Jadi dari ahli waris memiliki girik asli, PBB, ditambah hasil plotting dari BPN Kota Bekasi. Kalau pak Juanda kan AJBnya dari AJBnya pak Bohir, dari AJBnya pak Daan. Apalagi kedua orang yang melakukan transaksi tahun 1981 kepada kliennya pak Juanda itu masih hidup. Bisa dimintai keterangan nanti, bisa menunjukkan tanah yang dia jual tanah yang mana … kan gitu pak, lanjut Muhammad dari seberang telepon via handphone.
Menurut pak Bohir sendiri, dia gak pernah jual tanah atas nama girik yang klien pak Juanda. Pak Bohir kan bisa tandatangan, kenapa itu cap jempol. Itu bukan cap jempol dia…itu pendapat pak Bohir, kata Muhammad.
Sedangkan menurut pak Jaan Bin Nasah, dia tidak pernah menjual kepada pak Ahmad Surya Gumbhira. Dia hanya menjual kepada Mulyadi, dimana tanah yang fisiknya kini sudah di pagar. Bukan fisik yang dikuasai pak Juanda sekarang. Dari dua saksi itu saya kuat pak, lanjutnya lagi.
Lantas adanya kaitan dengan yayasan yang bernama Yayasan Kesejahteraan Karyawan Taman Ismail Marzuki, terhadap lahan lahan yang disengketakan ini, Muhammad menceritakan bahwa Yayasan mengakui telah membeli atau membebaskan tahun 1976 diatas lahan klien saya, yang melakukan PH tahun 1976 bukan klien saya. Tapi Jaan bin Nasah. Sehingga kini belum ada peristiwa pencoretan atas Girik klien saya kepada Yayasan. Belum ada transaksi jual beli antara klien saya dengan Yayasan. Karena yang melakukan penjualan di PH 1976 yaitu pak Jaan Bin Nasah. Bahkan Pak Jaan nya sudah di BAP di Polda. Tidak mengakui di PH 1976 yang menandatanganinya, tutup Muhammad.
(pung/ foto ist