SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi beserta jajaran direksi. Agenda ini membahas secara mendalam permasalahan pupuk bersubsidi di daerah yang dinilai menjadi salah satu kunci keberhasilan program ketahanan pangan nasional.
Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua I Komite II DPD RI Angelius Wake Kako, menegaskan bahwa kapasitas produksi pupuk nasional yang mencapai 14,5 juta ton per tahun belum dapat sepenuhnya dirasakan oleh petani. Hal ini karena keterbatasan alokasi subsidi yang hanya 9,5 juta ton, sementara kontribusi pupuk terhadap produktivitas pertanian nasional mencapai 62 persen.
“Anggaran pupuk subsidi sebesar Rp44 triliun baru mampu mengakomodasi sebagian kebutuhan nasional. Akibatnya, banyak petani terpaksa membeli pupuk nonsubsidi dengan harga jauh lebih tinggi. Ketidakseimbangan ini jelas berpotensi membebani petani kecil dan mengganggu target ketahanan pangan,” tegas Angelius, di Gedung DPD RI, Selasa (16/9/25).
Berdasarkan data, Angelius menambahkan bahwa, realisasi penyaluran pupuk subsidi hingga awal September 2025 telah mencapai 5,08 juta ton atau 53,3% dari total alokasi tahunan. Capaian ini dinilai positif karena tata kelola baru mempermudah akses petani dalam penebusan pupuk, sekaligus memastikan subsidi lebih tepat sasaran dan tepat waktu.
Meski demikian, Komite II menyoroti sejumlah persoalan krusial. Keterlambatan distribusi di daerah terpencil serta syarat administratif yang kerap menyulitkan petani kecil dinilai perlu segera dibenahi. Saat ini, Pupuk Indonesia telah menunjuk 226 distributor dan lebih dari 2.000 kios di 14 provinsi Indonesia Timur. Namun, disparitas distribusi masih terjadi, khususnya di wilayah yang sulit dijangkau.
Sementara itu, dalam paparannya, Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi menegaskan komitmen perusahaan untuk terus meningkatkan layanan melalui lima pilar strategis yang fokus pada pelanggan, riset dan inovasi, keunggulan operasi dan rantai pasok, optimalisasi bahan baku, serta keberlanjutan perusahaan dan ekonomi sirkular.
Rahmad memaparkan, pada tahun 2025 alokasi pupuk subsidi ditetapkan sebanyak 9,03 juta ton, terdiri dari Urea 4,6 juta ton, NPK 4,2 juta ton, NPK Kakao 147 ribu ton, dan pupuk organik 500 ribu ton. Harga eceran tertinggi (HET) masing-masing pupuk juga ditetapkan, yakni Urea Rp2.250/kg, NPK Rp2.300/kg, NPK Kakao Rp3.300/kg, dan pupuk organik Rp800/kg.
Menurutnya data Pupuk Indonesia per 31 Agustus 2025 mencatat ketersediaan stok pupuk subsidi sebesar 233.599 ton, yang tersebar di seluruh wilayah, termasuk 14 provinsi Indonesia Timur dengan total stok 3.995 ton. Rahmad menambahkan bahwa PT Pupuk Indonesia telah menunjuk 2.144 kios pengecer (PPTS) untuk memperkuat rantai distribusi di daerah.
Sebagai langkah perbaikan ke depan, pemerintah telah mengusulkan kenaikan anggaran pupuk subsidi dalam RAPBN 2026 sebesar Rp2,71 triliun, dari outlook 2025 sebesar Rp44,15 triliun. Kenaikan anggaran ini diharapkan dapat memperluas jangkauan petani penerima manfaat sekaligus memperkuat program swasembada pangan nasional.
Pada rapat tersebut, Senator Sumatera Barat, Muslim Yatim, memastikan mekanisme pendaftaran bagi para petani agar dapat membeli pupuk bersubsidi.
“Kota Solok sebagai penghasil beras terbaik namanya beras Solok, namun petani kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi, mungkin mereka tidak mendapatkan informasi, nah kalau pun beli yang tak bersubsidi pasti mahal. Nah bagaimana saya menyampaikan ke masyarakat agar petani di Sumatera Barat dapat mendaftarkan pupuk subsidi,” ujarnya.
Menjawab hal tersebut, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi menjelaskan bahwa petani bisa mendaftar pada mekanisme E-RDKK.
“Pertama petani harus bergabung dalam kelompok tani (poktan) dan menyusun E-RDKK (Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok), yang biasanya melibatkan penyerahan data pribadi seperti KTP dan KK ke ketua poktan. Nah selanjutnya ketua poktan akan menyampaikan data tersebut kepada Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) atau Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), yang akan membantu menginput data ke sistem e-RDKK. Setelah terdaftar, petani bisa mendapatkan pupuk bersubsidi dengan membawa KTP ke kios resmi, yang akan memverifikasi data melalui aplikasi seperti i-Pubers,” jelasnya.
Pada akhir rapat, Wakil Ketua II Komite II, Abdul Waris Halid, menegaskan akan terus mengawal kebijakan pupuk nasional agar benar-benar berpihak pada petani kecil.
“Pupuk bersubsidi harus tepat sasaran, tepat waktu, dan terjangkau. Kesejahteraan petani adalah kunci utama dalam mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia,” tutupnya.
(Anton)
			









































			









