SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Melalui program Ashoka Young Changemakers 2021, Ashoka mencari dan mengumpulkan generasi-generasi muda hebat tersebut yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Dan inilah 9 Remaja Pembaharu Ashoka Young Changemaker 2021 yang menawarkan solusi kreatif bagi masalah sosial dan lingkungan hidup.
Sembilan remaja tersebut berasal dari Jambi, Baturaden, Sumba, Jember, Pelaihari, Bali, Jakarta, Bandung dan Deli Serdang. Mereka telah membangun inisiatif kreatif yang telah menghasilkan dampak, baik di komunitas mereka maupun dampak berskala nasional. Misalnya memutus mata rantai eksploitasi anak, menghubungkan generasi muda dengan karir, meningkatkan kesejahteraan petani, membangun budaya hidup berkelanjutan, dan berbagai isu sosial lainnya.
Setelah melalui proses nominasi dan wawancara berjenjang sejak 2020, mereka antara lain Faye Simanjuntak (18/Rumah Faye/Bali); Ammara Tahseen (14/Batuva/Baturaden/Jawa Tengah); Nabila Ishma (19/CDEF Metamorfosa/Bandung/Jawa Barat); Azzam Habibullah (19/Tuntungan Ground Board Game/Deli Serdang/Sumatra Utara); Nuke Aprilia Cut Meltari (19/Nukeytalks/Bathin III/Jambi); Itrin Diana Mozez (15/Komunitas Pitagoras/Sumba/Nusa Tenggara Timur); Catherine Susanto (18/Girls Learn Code/Jakarta); Syazwan Luftan Riady (14/Komunalian/Jember/Jawa Timur); dan Alvian Wardhana (19/Literasi Anak Benua/Pelaihari/Kalimantan Selatan).
Faye Simanjuntak yang mendirikan dan memimpin Rumah Faye demi memutus mata rantai perdagangan anak dan eksploitasi seksual melalui sistem edukasi peer-to peer, penyelamatan, dan rehabilitasi. Faye merasa gelisah karena sepertiga kasus perdagangan manusia melibatkan anak anak, tetapi karena tabu, justru anak anak tidak dilibatkan dalam pembicaraan mengenai eksploitasi seksual dan pencegahannya. Bersama Rumah Faye, program pencegahan, penyelamatan, dan rehabilitasinya telah menyelamatkan dan rehabilitasi lebih dari 90 anak.
Seperti Faye, Itrin Diana Mozez (15) dari Sumba juga mendisrupsi budaya kekerasan di lingkungannya dengan membangun Komunitas Pitagoras, tempat aman di mana teman teman sebayanya dapat mengembangkan hal hal positif dan berkontribusi bagi kebutuhan masyarakatnya. Komunitas Pitagoras yang Itrin bangun berfokus pada toleransi, pendidikan, dan lingkungan hidup. Komunitas Pitagoras yang awalnya diikuti hanya empat orang, kini punya 15 anggota, dan teman teman Itrin yang dulunya sering tawuran mulai dapat melihat bagaimana Itrin menyalurkan energi dan perhatiannya ke hal hal positif sehingga mengurangi perkelahian.
Di Jambi, ada Nuke Aprilia menginisiasi Nukeytalks karena terketuk melihat teman temannya banyak yang tidak tahu mau pilih jurusan apa atau akan berkarir di bidang apa. Melalui Nukeytalks, baik yang menjadi anggota maupun yang bukan anggota akan dapat mengeksplorasi minat dan beragam karir serta profesi. 3,000 anak muda mendaftar di platform Nukeytalks ini, dan Nuke pun mendapat dukungan dari tim yang mengelola platform ini.
Mereka selain teruji secara konsisten melakukan gerakan pembaharuan dan telah berdampak sosial, masing masing Ashoka Young Changemaker melalui proses wawancara dengan para panelis independen seperti Irfan Amalee, salah satu panelis yang juga seorang wirausahawan sosial pendiri Peace Generation, yang mengapresiasi keberagaman pada Ashoka Young Changemaker 2021, “Diverse dari segi isu maupun strategi.”
Sementara Mustafa, Program Manager Asia Foundation yang juga menjadi panelis Ashoka Young Changemaker berkomentar, “Kalau saya bayangkan, anak anak sekarang mungkin fokusnya itu ekonomi, robotic. Tetapi Ashoka Young Changemaker justru menaruh perhatian kepada isu isu yang amat marjinal seperti kekerasan, perdagangan anak. Itu bagi saya amat luar biasa anak anak ini”.
Bagi Tri Agung Kristanto, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas bahwa apa yang mereka tampilkan sesuatu yang menginspirasi dan keluar dari zona nyaman. Dan anak anak muda ini bisa saja menikmati kenyamanan hidup di usia muda dan tidak perlu peduli dengan masalah di sekitarnya. Tetapi nyatanya, mereka meninggalkan kenyamanannya dan mengusahakan sesuatu bagi mereka yang ditinggalkan atau dipinggirkan.
Nani Zulminarni, Direktur Regional Ashoka untuk Asia Tenggara menyampaikan, bahwa ketidakadilan gender, diskriminasi, dan beragam pelanggaran hak asasi manusia hanya bisa dihapuskan bila setiap orang memiliki empati tinggi dan menjadi pemimpin perubahan sistem nilai yang tidak adil ini.
Dan Arakusuma, Koordinator Program Kepemudaan di Ashoka Indonesia yang sejak umur 11 tahun telah menjadi pembaharu bagi para peternak sapi di Boyolali dan baru baru ini terpilih sebagai National Geographic Young Explorer menegaskan, bahwa menjadi pembaharu butuh keberanian menjadi berbeda. Selain itu, ia juga butuh dukungan, paling tidak dari satu orang, pungkasnya.
Program Ashoka Young Changemaker merupakan bagian dari gerakan Everyone a Changemaker yang dibangun oleh Ashoka di seluruh dunia. Gerakan ini bukan memilih anak anak muda yang luar biasa untuk dirayakan kehebatannya. Ashoka Young Changemaker dipilih untuk mengajak anak anak muda lain untuk menyadari kenampuan dan kesempatan mereka sebagai pembaharu sejak usia dini.
Sebagai organisasi yang mengawali gerakan kewirausahaan sosial di dunia, Ashoka melihat bahwa percepatan perubahan dan timbulnya beragam masalah pelik di masyarakat hanya akan dapat teratasi bila setiap orang menjadi pembaharu, memiliki ketrampilan sebagai pembaharu, yaitu kemampuan melihat masalah, membangun tim, dan mencari solusi strategis yang memperbaiki keadaan bukan untuk segelintir orang, tetapi semua orang.
Kemampuan dan ketrampilan ini akan jauh lebih terasah bila disadari sejak masih muda dengan menumbuhkan empati dan dengan mengajak anak anak muda berlatih menjadi pembaharu.
CEO Ashoka Bill Drayton menegaskan, “Masalah tidak akan lebih banyak daripada solusi bila setiap orang menjadi pembaharu.”
(***tjoek