SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Pada Rabu (26/5/2021) ini, masyarakat dapat melihat gerhana bulan total (GBT). Gerhana bulan terjadi saat bulan bergerak menuju bayangan Bumi, yang menghalangi cahaya matahari.
Berbeda dengan gerhana matahari, Anda dapat melihat langsung ke bulan dengan mata telanjang.
Fenomena kosmik gerhana bulan total (GBT) akan muncul saat detik-detik Waisak pada Rabu (26/5/2021). Gerhana bulan ini dapat disaksikan dengan mata telanjang.
Gerhana bulan terjadi ketika bayangan bumi menutupi cahaya matahari yang biasanya dipantulkan oleh bulan. Alhasil, bulan tertutupi oleh bumi dilihat oleh pengamat bumi.
Dilansir dari Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), gerhana ini akan berlangsung dengan durasi parsialitas selama 3 jam 8 menit dan 12 detik. Durasi totalitas cukup singkat yakni 18 menit 28 detik.
Puncak gerhana akan terjadi pada pukul 18.18.43 WIB (delta T 69 detik). Gerhana kali ini dapat disaksikan ketika bulan terbut dari arah timur-tenggara hingga tenggara dekat konstelasi Scorpius.
GBT kali ini sangat spesial karena beriringan dengan terjadinya Perige (titik terdekat dengan Bumi), yakni ketika Bulan berada di jarak terdekatnya dengan Bumi.
Gerhana Bulan kali ini juga dapat disebut Bulan Merah Super mengingat lebar sudutnya yang lebih besar 13,77 persen dibandingkan dengan ketika berada di titik terjauhnya (apoge).
Kecerlangannya 15,6 persen lebih terang dibandingkan dengan rata-rata atau 29,1 persen lebih terang dibandingkan dengan ketika apoge.
Menurut peneliti ahli pertama Pusat Sains Antariksa Lapan RI, Ayu Dyah Pangestu, gerhana bulan total ini sangat sayang untuk dilewatkan karena dapat dilihat di seluruh Indonesia dan bisa disaksikan dengan mata telanjang.
“Gerhana bulan itu fenomena yang aman tanpa alat bantu tertentu. Gerhana matahari ada bahayanya jika tidak menggunakan filter tertentu saat mengamati matahari,” ujar Ayu dalam podcast Lapan RI, Selasa (25/5/2021).
Ayu menjelaskan, berbagai mitos mengenai gerhana adalah tidak benar. Beberapa mitos yang kerap beredar di masyarakat yakni fenomena gerhana dapat mempengaruhi perilaku hewan dan adanya larangan untuk keluar rumah saat gerhana karena dianggap berbahaya. Mitos-mitos tersebut, kata Ayu, telah dibantah dengan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini.
Sementara itu, mengenai pengaruhnya ke pasang surut air laut, Ayu memaparkan bahwa hal ini terjadi bukan karena gerhana, melainkan karena fase purnama.
Ayu mengajak agar seluruh masyarakat untuk tidak melewatkan fenomena ini. “Karena bumi terus berotasi, gerhana bulan selanjutnya belum tentu bisa dilihat di seluruh wilayah indonesia.” kata Ayu.
Fase GBT terjadi selama 5 jam, 2 menit, dan 2 detik. Berikut fase-fase GBT untuk wilayah Indonesia:
Awal Penumbra (15.46.12 WIB/ 16.46.12 WITA/ 17.46.12 WITA) dapat terlihat di Papua, Kep Aru.
Awal Sebagian (16.44.37 WIB/ 17.44.37 WITA/ 18.44.37 WIT) dapat terlihat di Papua, Papua Barat, Maluku (kecuali Kep Aru), Maluku Utara, Sulawesi Utara, sebagian Gorontalo, sebagian Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, NTT.
Awal Total (18.09.29 WIB/ 19.09.29 WITA/ 20.09.29 WIT) dapat terlihat di seluruh Indonesia, kecuali Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, sebagian Riau.
Puncak gerhana (18.18.43 WIB/ 19.18 43 WITA/ 20.18.43 WIT) dapat terlihat di seluruh Indonesia, kecuali: Aceh, Pulau Nias, sebagian Sumatra Utara.
Akhir Total (18.27.57 WIB/ 19.27.57 WITA/ 20.27.57 WITA) dapat terlihat di seluruh Indonesia.
Akhir Sebagian (19.52.49 WIB/ 20.52.49 WITA/ 21.52.49 WIT) dapat terlihat di seluruh Indonesia.
Akhir Penumbra (20.51.16 WIB/ 21.51.16 WITA/ 22.51.16 WIT) dapat terlihat di seluruh Indonesia. (wwa)