SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Urusan sampah di Indonesia makin ribet! Setiap hari numpuk, TPS penuh, sungai jadi korban, dan yang nyalahin kadang malah saling lempar tanggung jawab. Tapi, Rapat Dengar Pendapat Umum yang digelar BULD DPD RI bareng para pakar bikin terang: regulasi sampah itu harus nyata, bukan sekadar pasal-pasal kosong.
Wakil Ketua BULD DPD RI, Agita Nurfianti, bilang bahwa pengelolaan sampah harus diatur secara serius lewat Perda dan Ranperda. Tapi, jangan cuma diatur—harus diterapkan, diawasi, dan bikin masyarakat paham pentingnya bersih-bersih.
“Masalah sampah ini makin kompleks, apalagi dengan urbanisasi dan ekonomi yang terus bergerak. Regulasi harus kuat dan efektif, bukan cuma formalitas,” jelas Agita.
Masih Ada yang Buang Sampah ke Sungai?!
Yes, Guntur Sitorus, Ketua Umum InSWA, juga geleng-geleng kepala. Menurut dia, mindset masyarakat harus dirombak total.
“Banyak yang mikir: asal nggak di rumah gue, buang aja. Akhirnya sampah dilempar ke jalan atau ke sungai. Ini jelas bikin banjir dan polusi,” tegas Guntur.
Dia juga ngasih catatan: TPS penuh bukan karena sampahnya banyak banget, tapi karena nggak dipadatkan dan nggak ditata rapi. Tambah lagi, edukasi soal sampah masih sporadis dan nggak konsisten.
Daur Ulang? Banyak Potensi, Tapi… Ribet!
Guntur juga bilang, fasilitas daur ulang seperti TPS3R dan bank sampah udah mulai ada. Tapi… hasil daur ulang masih susah dijual karena perizinan ribet dan harga jual rendah.
“Kalau daur ulang mau jalan, harus ada sistem yang dukung. Jangan bikin pelaku daur ulang malah kesulitan karena aturan,” katanya.
Banyumas Nggak Punya TPA, Tapi Bisa Kelola Sampah Sendiri!
Achmad Husein, mantan Bupati Banyumas, kasih bukti nyata. Tiga tahun nggak punya Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), tapi sampah di daerahnya tetap terkendali. Caranya? Inovasi!
“Kita olah sampah jadi minyak prolysis, bisa gantiin minyak tanah. Modal Rp3.000/liter, jualnya bisa Rp17.000! Bahkan kita juga bikin paving block dari plastik,” ungkap Husein alias Bapak Sampah Nasional.
Sayangnya, regulasi malah jadi penghalang. Produk inovatif kayak paving block dari sampah plastik gagal dipasarkan karena aturan yang rumit.
Dari ITB: 1 Kg Sampah = 12 Liter Pupuk Organik!
Keren banget inovasi dari Akhmad Zainal Abidin, pakar polimer ITB. Mereka punya teknologi Depolimerisasi IPPO Masaro yang bisa ubah 1 kg sampah membusuk jadi 12 liter pupuk organik cair (POCI).
“Kami juga punya metode komposting cepat. Sampah bisa jadi kompos dalam waktu 1 jam sampai 10 hari, dan yang paling penting—nggak bau!” katanya.
Jadi, Masalahnya di Mana?
Sampah bukan sekadar masalah teknis. Inovasi udah ada, semangat dari daerah juga jalan. Tapi kalau regulasi masih ngambang, kesadaran masyarakat minim, dan pendidikan soal sampah jalan di tempat—ya masalah ini bakal terus muter-muter.
Saatnya sampah dilihat bukan sebagai musuh, tapi peluang! Ekonomi bisa tumbuh, lingkungan bersih, dan generasi muda jadi bagian dari solusi. Jangan cuma nonton—ayo ikut andil!
(Anton)