Jakarta–Meskipun tuntutan mutlak, harus ada RUU Pertanahan atau UU Pertahanan, tapi sangat disayangkan jika pembahasannya dilakukan tergesa-gesa. Secara prinsip hukum itu mengikuti perkembangan masyarakat, yang makin pesat seiring perubahan perkembangan teknologi dan sebagainya,
“UU yang kita miliki masih sebatas UU tentang Pokok-pokok Agraria, UU Nomor 05 /Tahun 1960. Saya akan sangat menyayangkan kalau itu (pembahasan-red) didesak atau tergesa-gesa harus sudah diundangkan, ” kata Anggota Panja RUU Pertanahan Hendri Yosodiningrat dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema ‘RUU Pertanahan: Menyejahterakan atau Sengsarakan Rakyat?’ di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (16/7/2019).
Menurut Hendri, salah satu target pembentukan RUU Pertanahan adalah membenahi status properti atau hak guna bangunan (HGB) yang dikembangkan di atas lahan dengan hak pengelolaan (HPL). Persoalan HGB di atas HPL berbuah polemik, sebab tidak seluruh HPL dalam kondisi clean and clear serta bersih dari sengketa. Banyak HPL-HPL yang diterbitkan di era Orde Baru belum jelas dan bersih perolehannya kemudian dialihkanfungsikan menjadi HGB.
“Ada usulan justru HPL itu bisa dijadikan hak atas tanggungan. Ini sangat berbahaya, saya minta supaya dikunci, bahwa HPL dengan alasan apapun, tidak boleh dibebani dengan hak atas tangguhan,” ujar
Anggota tim sinkronisasi, tim harmonisasi dan tim Perumus RUU Pertanahan tersebut.
Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi mengatakan karena luasnya cakupan masalah terkait masalah pertanahan ini maka ia mengusulkan agar pembahasan RUU Pertanahan tidak lagi oleh Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR tetapi oleh Panitia Khusus (Pansus) sehingga dibahas oleh lintas komisi DPR.
Viva Yoga menegaskan RUU ini nantinya akan lebih mudah disinkronkan dengan UU lainnya dan dibahas oleh bermacam pemangku kepentingan antara lain Kementerian Perhubungan, Kementerian ATR, Pertanian, Lingkungan Hidup (LH), KADIN, LSM, asosiasi pertanahan, ketua adat dan wilayat, dan pihak terkait lain-lain.
“Karena pentingnya RUU ini sebaiknya Badan Legislasi harus mengubah statusnya dari Panja ke Pansus. Jangan terburu-buru agar tidak menimbulkan kecurigaan, siapa yang bermain ini?” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto menyarankan agar RUU Pertanahan dibentuk sebagai ruang untuk menyempurnakan aturan yang belum diatur di dalam UU yang bersinggungan dengan masalah pertahanan selama ini.(Bams/Ek)