SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Tiga warga Aceh yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) akhirnya berhasil dipulangkan ke Indonesia setelah mengalami pengalaman pahit di Laos. Mereka tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, pada Sabtu (1/3) pagi.
Kedatangan mereka disambut langsung oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Aceh, H. Sudirman Haji Uma, S.Sos, yang selama ini aktif dalam advokasi perlindungan pekerja migran. Proses keimigrasian mereka juga dibantu oleh Protokol Kesekjenan DPD RI.
Perjalanan Panjang Menuju Kebebasan
Tiga korban TPPO ini adalah MA (24) asal Aceh Utara, YU (27), dan FR (26) dari Lhokseumawe. Mereka sebelumnya diperkerjakan sebagai scammer di sebuah perusahaan milik warga Malaysia keturunan Tionghoa di Laos.
Mereka awalnya berangkat ke Laos karena tergiur tawaran pekerjaan dengan gaji besar. Perjalanan mereka menuju tempat kerja berlangsung melalui jalur ilegal:
Berangkat dari Medan ke Jakarta
Melanjutkan perjalanan ke Thailand
Menyeberang ke Laos melalui jalur perbatasan di Provinsi Chiangrai, Thailand
Namun, kenyataan yang mereka hadapi jauh dari harapan. Mereka dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi hingga akhirnya memutuskan untuk melarikan diri.
Setelah berhasil kabur, mereka mencari perlindungan di kantor kepolisian Laos. Dari sana, tim Haji Uma bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) membantu mereka keluar dari Laos. Pada Rabu (26/2), mereka menyeberang ke Chiangrai, Thailand, lalu terbang ke Bangkok.
Di Bangkok, mereka sempat menginap semalam sebelum akhirnya berangkat ke Indonesia pada Jumat (28/2). Mereka transit di Malaysia sebelum akhirnya tiba di Jakarta pada Sabtu pagi pukul 09.30 WIB.
Pengalaman Pahit: Janji Manis Berujung Mimpi Buruk
Di Bandara Soekarno-Hatta, ketiga korban berbagi kisah pahit mereka kepada Haji Uma. Mereka mengaku berangkat ke Laos karena tergoda janji gaji tinggi, tetapi malah terjebak dalam pekerjaan ilegal sebagai scammer.
“Kami dijanjikan gaji besar, tapi ternyata dipaksa bekerja tanpa kebebasan,” ungkap salah satu korban.
Mereka berharap kisah mereka bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat lain, terutama anak muda Aceh, agar lebih berhati-hati sebelum menerima tawaran kerja di luar negeri.
Pesan Haji Uma: Jangan Mudah Percaya Tawaran Kerja Ilegal
Haji Uma menekankan pentingnya memilih jalur resmi untuk bekerja di luar negeri. Ia menyarankan agar masyarakat hanya menggunakan agen tenaga kerja yang sudah terverifikasi oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Depnaker) dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
“Saya harap masyarakat Aceh lebih selektif dalam mencari pekerjaan di luar negeri. Gunakan jalur resmi agar terhindar dari TPPO,” ujarnya.
Haji Uma juga mengungkapkan bahwa ini bukan pertama kalinya ia menangani kasus TPPO. Hingga kini, ia sudah membantu lebih dari 10 kasus pemulangan korban TPPO dari berbagai negara, termasuk Kamboja, Myanmar, dan Laos.
“Sudah lebih dari sepuluh kasus yang kita advokasi dan fasilitasi pemulangannya. Saya berharap ini bisa menjadi pelajaran agar tidak ada lagi korban di masa depan,” tutupnya.
Pelajaran dari Kasus Ini
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat, terutama anak muda, untuk tidak mudah percaya dengan tawaran kerja ke luar negeri tanpa memastikan legalitasnya. Banyak korban TPPO yang berangkat dengan harapan mendapatkan kehidupan lebih baik, tetapi justru terjebak dalam eksploitasi.
Jika ingin bekerja di luar negeri, pastikan melalui jalur resmi agar terlindungi secara hukum dan tidak menjadi korban perdagangan manusia.
(Anton)