SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Dilatarbelakangi Gapura Candi Ceto di lereng Gunung Lawu dengan balutan kabut awan berarak bak Negeri Di Atas Awan. Lantunan petikan gitar Dewa Budjana yang suaranya mirip dengan Sitar Hindia serta ditingkahi gebukan drum Simon Philips serta timpalan bass gitar dari Carlitos Del Puerto, menjadi sebuah komposisi yang melahirkan Kmalasana, sebuah kontemplasi dari kehidupan yang dipaparkan dengan syahdu.
Inilah “sekolah” yang coba ditawarkan Dewa Budjana kepada masyarakat yang ingin mendengarkan komposisi yang diciptakannya. Komposisi antara melodi dengan nafas kehidupan kita saat ini. “Kmalasana” warna perenungan saat menyikapi dalam rasa dan prilaku manusia. Sebuah interpretasi situasi kondisi alam saat ini, yang diharapkan bisa menjadi penenang buat para pendengarnya.
“Kmalasana” menjadi bagian dari Naurora atau The New Aurora, bak habis gelap terbitlah terang. “Sekolah” kehidupan bersama Sang Alam yang menghantarkan rasa dalam kolaborasi antara Dewa Budjana dengan beberapa musisi internasional ternama (Simon Phillips drummer legendaris mantan personel band Toto, dan Carlitos Del Puerto seorang bassis kelahiran Cuba, pemenang Grammy Awards, red).
Kmalasana atau Kemala Asana adalah sikap yang indah. Dan dalam kitab Desawarnana atau dikenal dengan Negara Kertagama adalah nama sebuah desa tempat Mpu Prapanca menyepi. Menyepi untuk merenungkan hidup dan kehidupan. Bagi Dewa Budjana, Kmalasana sebuah karya hasil perenungan menginterpretasi situasi kondisi alam saat ini. Suara, rasa dan harmoni adalah menjadi refleksi yang semoga bisa menjadi penenang jiwa.
Dan Candi Ceto sebagai latar belakangnya, merupakan candi yang berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Merupakan candi bercorak agama Hindu yang dibangun pada masa-masa akhir era Majapahit (abad ke-15 Masehi). Sedangkan Gapura Candi Ceto, ketika ditemukan merupakan reruntuhan batu pada 14 teras/punden bertingkat, memanjang dari barat (paling rendah) ke timur. Meskipun saat ini tinggal 13 teras, pemugaran dilakukan hanya pada sembilan teras saja. Strukturnya yang berteras-teras (“punden berundak”) memunculkan dugaan akan sinkretisme kultur asli nusantara dengan Hinduisme.
“Kmalasana” dan Naurora dirilis Mehsada (21/10), sebuah label rekaman berbasis di Jakarta yang merupakan bagian dari Kakiatna Indonesia Group. Dani Rahadian selaku CEO Mehsada menuturkan bahwa dengan “Kmalasana” sebagai rilisan pertama dari Mehsada, diharapkan ke depannya label ini dapat lebih banyak membawa musik dengan nilai kedamaian serta ketenteraman kepada khalayak luas. Mehsada memiliki misi untuk melahirkan kembali kesyahduan yang kian menghilang di industri musik Indonesia. Mehsada segera merilis tiga single lainnya dari Naurora setiap bulannya sampai Naurora dirilis di bulan Februari 2021nanti.
Simak “Kmalasana” di platform musik digital seperti Spotify, Apple Music, dan YouTube sedangkan Naurora selain akan dirilis dalam bentuk digital, selain dalam bentuk CD, kaset, atau piringan hitam. Kmalasana Composed by Dewa Budjana Performed by Dewa Budjana, Simon Phillips (@simonphillipsofficial) dan Carlitos Del Puerto (@carlitosdelpuertobass). Untuk Mixed/Mastered by Rich Breen, Dogmatic Sound, Burbank, California; dan Artwork Single Aga Dilaga.
Menandai kontemplasi dan meditasi dalam hal merefleksikan keindahan, Ketuhanan, sains, atau seni, adalah dengan keheningan. Ia tidak lagi dapat berbicara dan hanya bermeditasi lewat suara, rasa, harmoi dan ritme yang tenang. Membantu individu untuk merenungkan misteri kehidupan Tuhan seperti yang terlihat melalui matanya yang paling dekat dengan Tuhan. Dengan cara ini kekayaan tak terduga dari misteri tersebut terungkapkan.
(tjo; foto dok mehsada