SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Pasar Serikat 40 Nagari Agam sudah ada sejak tahun 1784, dicatat sejarah ketika 22 Desember 1784 berlangsung musyawarah Niniak Mamak 40 Nagari yang memutuskan mengganti nama lokasi pasar dari Bukik Kubangan Kabau menjadi Bukik Nan Tatinggi (kemudian menjadi nama Kota Bukittinggi, red). Jadi sebelum Bukittinggi menjadi Kota bahkan jauh sebelum berdirinya Republik Indonesia Merdeka sudah ada. Kolonial Belanda masuk menjajah Luhuk Agam dan bercokol di Nagari Kurai (Kota Bukittinggi sekarang, red) sekitar tahun 1823.
Keberadaan Pasar Serikat 40 Nagari Agam dengan berbagai sarana dan fasilitas yang sederhana berada di Bukik Kubangan Kabau, Nagari Kurai, yang dikelola dengan membentuk Komite Pasar mewakili 40 Nagari yang berserikat.
Ke-40 Nagari tersebut antara lain Biaro, Balaigurah, Lambah, Panampuang, Batubata, Ampang Gadang, Kurai, Sariak, Sungaipua, Batagak, Batu Palano, Ladang Laweh, Kubang Putiah, Tangah Koto, Magek, Aua Parumahan, Kapau, Koto Tangah, Pasia Laweh, Gaduik, Simarosok, Tabek Panjang, Bungo Kutotuo, Padang Tarok, Koto Tinggi, Kubang Putiah, Ladang Laweh, Cingkariang, Taluak IV Suku, Padang Lua, Kapalo Koto, Nan Tujuah, Canduang Koto Laweh, Lasi, Bukik Batuah, Sianok, Koto Panjang, Guguak, Malalak dan Sungai Landia.
Pasar Sarikat 40 Nagari Agam, tahun 1972 habis terbakar. Dana pembangunan paska kebakaran berupa talangan dari Bank BNI 46 dengan cara mencicil Rp 4 juta selama 15 tahun. Selesai dibangun dan diresmikan tahun 1974 dan diubah namanya menjadi Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukit Tinggi.
Ketika pusat pertokoan di bangun kembali, status lahan tidak diubah dan tetap sebagai Tanah Ulayat Adat Bersama 40 Nagari Agam. Pedagang pemilik toko pun dibebaskan dari berbagai kewajiban selama 15 tahun sejak tahun 1975.
Oktober 1997, Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi kembali terbakar dan direnovasi. Status tanah tidak pernah diubah tetap sebagai Tanah Ulayat Bersama 40 Nagari di Agam. Kemudian Oktober 2017, Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi kembali terbakar (hanya di lantai 2, red).
Untuk membangun baru Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi, Pemerintahan Kota Bukittinggi melalui BPN Kota Bukittinggi menerbitkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 21 Tahun 2018 dengan luas lahan 18.740 meter persegi. Bahkan masyarakat hukum adat dari 40 Nagari di Agam telah mengingatkan BPN bahwa tanah itu Tanah Ulayat Milik Adat Serikat 40 Nagari Agam.
Berbekal SHP BPN No.21 Tahun 2018, Walikota Bukittinggi mendapatkan Dana Pembangunan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp 292 Miliar. Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi kini tengah dalam pengerjaan.
Dengan kata lain, Tanah Ulayat Milik Adat Serikat 40 Nagari Luhuk Agam telah dialihkan sepihak menjadi Tanah Negara dan Negara memberikan Hak Pakai kepada Pemerintah Kota Bukittinggi via SHP BPN No.21 Tahun 2018 untuk mendapatkan Dana Pembangunan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp 292 Miliar.
Kepala BPN Kota Bukittinggi, Yulindo SH, yang kini anggota Badan Pengawas PDAM Bukittinggi, patut diduga keras mengabaikan surat serta sejarah Tanah Pasar Serikat 40 Nagari Agam di Bukittinggi yang disampaikan Niniak Mamak Pemangku Adat 40 Nagari Luhuk Agam.
Masyarakat Adat dan Niniak Mamak Pemangku Adat Serikat 40 Nagari di Agam mendesak BPN Kota Bukittinggi agar SHP No.21 Tahun 2018 berlokasi di Kelurahan Benteng Pasar Bukittingi, ibatalkan dan dikembalikan statusnya sebagai Tanah Ulayat Milik Adat Serikat 40 Nagari di Agam.
Masyarakat Adat dan Niniak Mamak Pemangku Adat Serikat 40 Nagari di Agam, sekaligus meminta Walikota Bukittinggi, M. Ramlan Nurmatias, SH, melakukan musyawarah untuk mencari kesepahaman terkait dimamfaatkannya Tanah Ulayat Adat Serikat 40 Nagari Luhuk Agam sebagai Pusat Pertokoan yang pembangunannya didanai anggaran Pemerintah Pusat.
(H. Aldian Riyadi ; foto qq