SUARAINDONEWS.COM, Bandung – Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) Daerah Pemilihan Jawa Barat (Jabar) Agita Nurfianti menyampaikan, perlindungan sosial harus akurat, adil, dan menjangkau yang rentan. Hal tersebut disampaikannya pada kegiatan Reses Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah sebagai bagian dari pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Selasa (29/7), di Bandung, Jabar. Fokus kegiatan ini adalah mengkaji dampak sosial dari pengintegrasian Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) dalam pelaksanaan program Bantuan Sosial (Bansos) dan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kegiatan ini menjadi ruang penting untuk menggali fakta lapangan, menyerap aspirasi masyarakat, serta mengevaluasi dinamika implementasi Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang DTSEN. Dalam dialog bersama perwakilan Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi dan Kabupaten/Kota, BPJS Kesehatan, dan masyarakat terdampak, terungkap berbagai persoalan yang muncul akibat peralihan data dari DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) ke DTSEN.
Pada pertemuan tersebut, ditemukan banyak keluhan dan masalah di lapangan akibat peralihan data dari DTKS ke DTSEN, antara lain warga miskin tidak lagi menerima bansos atau tidak aktif sebagai peserta PBI JKN, kesulitan saat ingin reaktivasi kepesertaan, serta kurangnya sosialisasi tentang DTSEN dan sistem desil 1–10.
Dinsos Provinsi Jabar menyampaikan, saat ini sedang dilakukan pemadanan data dan sinkronisasi data desil dengan data lokal. Namun masih terjadi banyak ketidaksesuaian, terutama karena data pusat tidak selalu mencerminkan kondisi faktual di lapangan.
Menurut data Dinsos Jabar, terdapat penduduk sebagai KPM Bansos yang dicoret dan PBI JKN yang dinonaktifkan kepesertaannya oleh pemerintah sebanyak 1.842.329 orang. Dari jumlah tersebut, Dinsos Kabupaten Bandung melaporkan, adanya 159.889 jiwa yang dinonaktifkan dari PBI JKN, sementara Kabupaten Bandung Barat menyebut sekitar 88.035 jiwa dan Kota Bandung sekitar 36.119 orang terdampak. Kota Cimahi juga menyampaikan kasus serupa. Sebagian besar mereka yang dinonaktifkan adalah masyarakat desil 4 dan 5 yang sebenarnya masih layak menerima bantuan.
Agita Nurfianti menegaskan, integrasi data untuk meningkatkan ketepatan sasaran program bansos adalah langkah strategis yang perlu didukung. Namun, jika implementasinya tidak dibarengi dengan validasi lapangan yang akurat dan sistem komunikasi yang efektif, maka justru akan menciptakan exclusion error yang fatal bagi kelompok rentan.
“Perubahan sistem pendataan sosial semestinya meningkatkan akurasi dan ketepatan sasaran, bukan justru menimbulkan exclusion error yang membuat kelompok rentan kehilangan akses atas layanan dasar,” ujarnya
“Jangan sampai niat baik negara justru membuat masyarakat miskin tersingkir dari sistem. Ini bukan sekadar urusan administratif—ini menyangkut hak dasar warga negara, hak atas jaminan kesehatan dan penghidupan yang layak,” tambahnya.
Agita mengatakan, pihaknya mendukung sistem yang lebih detil untuk pendataan yang terintegrasi dan mudah digunakan masyarakat untuk mempercepat proses reaktivasi dan agar tepat sasaran.
Ia mendorong pemerintah, baik pusat maupun daerah, agar mempercepat validasi data dan melakukan uji petik secara berkala; meningkatkan koordinasi lintas lembaga, termasuk Kemensos, Bappenas, BPJS, dan Pemda; membuka saluran pengaduan yang aktif dan responsif terhadap keluhan masyarakat; serta menjaga keberlanjutan layanan sosial dasar, terutama bagi mereka yang sedang sakit atau memiliki penyakit kronis.
“Pemerintah daerah dan pusat harus bekerja lebih kolaboratif dan responsif. Tidak boleh ada warga yang merasa ditinggalkan karena kegagalan sistem. Kita harus jaga amanah konstitusi,” ungkapnya.
“Pasal 34 UUD 1945 menegaskan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Kami dari Komite III DPD RI akan terus mengawal agar kebijakan berbasis data ini tidak menjadi alat diskriminasi baru bagi warga miskin,” tambahnya.
Agita juga menyampaikan, hasil penyerapan aspirasi ini akan dibawa ke rapat kerja dan rapat dengar pendapat bersama kementerian terkait di Kantor DPD RI Senayan, Jakarta, untuk mendorong perbaikan sistem dan penyesuaian regulasi ke depan.
Hadir pada kegiatan ini Kepala Bidang Dinsos Provinsi Jabar Ida Ningrum; Kepala Dinsos Kota Bandung Yori Sativa; Kepala Dinsos Kota Cimahi Ahmad S; Kepala Dinsos Kabupaten Bandung Barat Idad S; Kabid Dinsos Kabupaten Bandung Uum Sumiati; perwakilan BPJS Wilayah V Jabar Fauzan Ahmad; dan Kepala BPJS Cabang Kota Bandung Greisthy E.L Borotoding.
(Anton)