SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Rosan Roeslani membantah pihaknya hanya menjual gimik Prabowo Subianto sebagai “Presiden Gemoy” kepada publik.
Menurut dia, kesan “gemoy” bukan ide yang lahir dari tim sukses Calon Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
“Kan harus diingat, ‘gemoy’ ini yang sekarang menjadi perhatian dan menarik perhatian para anak muda itu tumbuh secara organik loh bukan kami yang bikin ide ‘gemoy’,” kata Rosan saat ditemui di rumah pemenangan Fanta Headquarter, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/11/2023).
Menurut dia, kesan “presiden gemoy” hanya menjadi alat untuk menarik perhatian para pemilih muda yang memang menjadi target utama TKN.
Ketika perhatian pemilih mudah sudah didapatkan, maka pihaknya akan dengan mudah menawarkan program kerja Prabowo – Gibran kepada kaula muda.
“Untuk mengetahui lebih banyak program pak Prabowo dan mas Gibran yang sudah tertuang di Asta Cita itu, nah tentunya anak-anak muda harus kita tarik atensinya,” ujarnya.
Rosan melanjutkan, salah satu program yang dijanjikan Prabowo – Gibran yakni memberikan makan gratis kepada 82,5 juta siswa sekolah.
Sebelumnya, Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengingatkan para pemilih muda untuk tidak mudah termakan dengan gimik pasangan calon presiden dan wakil presiden, terutama soal penampilan.
Menurut Titi, dalam forum diskusi “Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu Dengan Media” yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (24/6/2023), tipu daya capres-cawapres lewat penampilan itu biasanya dimanfaatkan untuk menghindari adu gagasan dan ketajaman program kerja.
“Ini bukan pemilihan idola yang hanya bisa didekati dengan suara yang bagus, tarian yang bagus, atau personal appearance yang menarik,” kata Titi.
Dia menjelaskan pemilih muda memiliki karakter berbeda dari segmen pemilih lainnya, yakni lebih mudah teralihkan dengan tampilan fisik atau gimik yang ditawarkan peserta Pilpres 2024.
Titi menganggap hal itu berbahaya karena ruang untuk menguji gagasan dan program para pasangan calon kepada pemilih muda semakin terkikis.
Alhasil, lanjut Titi, para pemilih pemula yang berangkat dari usia 17 tahun tersebut hanya menjadi sebatas “ladang suara” yang harus dimenangkan para pasangan calon presiden dan wakil presiden. (ANT/Akhirudin)