SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Kejaksaan Agung menangkap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yaitu ED, M, dan HH, atas dugaan penerimaan suap dalam perkara yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur. Ketiganya merupakan majelis hakim yang memutuskan membebaskan Ronald dari dakwaan pembunuhan berencana terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti, pada sidang putusan 24 Juli 2024. Keputusan tersebut kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) pada Selasa (22/10) setelah menerima kasasi dari pihak jaksa penuntut umum.
Profil Ronald Tannur dan Kasus Pembunuhan Kekasihnya
Ronald Tannur, 32 tahun, adalah anak dari Edward Tannur, seorang politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) asal Nusa Tenggara Timur. Ronald menjadi terdakwa atas kasus penganiayaan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti, 29 tahun, yang meninggal dunia pada 4 Oktober 2023. Kejadian tersebut diduga berlangsung di sebuah tempat hiburan karaoke di Surabaya. Dini dilaporkan mengalami penganiayaan serius hingga terlindas mobil yang dikendarai Ronald, menyebabkan luka parah yang mengakibatkan kematian.
Keluarga Dini yang berasal dari Sukabumi, Jawa Barat, mengungkapkan bahwa Dini sempat bekerja selama 12 tahun di Surabaya sebelum insiden tragis ini terjadi. Jenazah Dini dimakamkan pada 6 Oktober 2023 di Sukabumi.
Putusan Bebas yang Memicu Kontroversi Publik
Pada 24 Juli 2024, ketiga hakim PN Surabaya yang menangani kasus Ronald, yaitu ED, M, dan HH, memutuskan untuk membebaskan terdakwa dengan alasan tidak cukup bukti bahwa Dini tewas akibat kekerasan yang dilakukan oleh Ronald. Majelis hakim menyebutkan bahwa kematian Dini diduga disebabkan oleh konsumsi alkohol dan komplikasi medis lainnya, bukan tindakan kekerasan. Keputusan ini bertentangan dengan tuntutan jaksa yang meminta hukuman penjara 12 tahun untuk Ronald. Putusan bebas ini menimbulkan kemarahan publik dan mendorong keluarga Dini untuk melapor ke Komisi Yudisial (KY) guna menindaklanjuti dugaan ketidakadilan dalam proses peradilan.
Upaya Kasasi dan Keputusan Mahkamah Agung
Jaksa penuntut mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) untuk menolak putusan bebas dari PN Surabaya. Pada Selasa (22/10), MA akhirnya mengabulkan permohonan kasasi tersebut dan menetapkan Ronald Tannur bersalah atas dakwaan alternatif kedua dari penuntut umum, yaitu penganiayaan yang menyebabkan kematian. Dalam putusannya, MA menjatuhkan pidana penjara lima tahun kepada Ronald, yang secara efektif membatalkan putusan bebas sebelumnya.
Penangkapan Tiga Hakim dan Pengacara Ronald Tannur
Sehari setelah keputusan MA, Kejaksaan Agung melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tiga hakim PN Surabaya yang membebaskan Ronald. Mereka juga menangkap pengacara Ronald, berinisial LR, yang diduga terlibat dalam proses pemberian suap. Penggeledahan yang dilakukan di apartemen ketiga hakim dan apartemen LR menghasilkan penemuan sejumlah uang dalam berbagai mata uang asing. Di apartemen ED, ditemukan uang Rp97 juta, S$32.000, dan 35.992,24 Ringgit Malaysia. Di kediamannya di Semarang, ditemukan pula uang tunai sebesar US$6.000, S$300.000, serta barang elektronik. Di apartemen HH, ditemukan Rp104 juta, US$2.200, 100.000 Yen, dan S$9.100. Sementara itu, di apartemen M, ditemukan uang tunai Rp21,4 juta, US$2.000, dan S$32.000.
Penggeledahan di apartemen pengacara LR di Jakarta Pusat juga mengungkapkan adanya uang dalam pecahan Dollar AS dan Dollar Singapura, dengan nilai setara Rp2,12 miliar. Dokumen penukaran uang dan catatan pemberian uang kepada pihak terkait turut ditemukan, yang diduga sebagai bukti upaya suap kepada para hakim.
Tindakan Lanjutan dan Penanganan Kasus
Ketiga hakim yang terlibat saat ini telah berstatus tersangka atas dugaan suap atau gratifikasi. Sementara pengacara Ronald juga akan diperiksa lebih lanjut oleh pihak berwenang. Penangkapan ini menyoroti integritas dalam penegakan hukum dan mendorong pihak berwenang untuk semakin memperketat pengawasan terhadap tindak korupsi di lembaga peradilan.
Kejaksaan Agung berjanji akan mengusut tuntas kasus ini, termasuk semua pihak yang terlibat dalam pemberian dan penerimaan suap, untuk menegakkan keadilan.
(Anton)