SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Pertemuan Tim 7 Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) dengan Presiden RI Joko Widodo yang dipimpin oleh KH Bachtiar Nasir selaku Ketua GNPF MUI dan diterima Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka (25/6) membicarakan untuk membuka kesenjangan komunikasi antara pemerintah dengan para ulama.
Inti pertemuan dengan Presiden Jokowi, kata KH Bachtiar Nasir, semuanya masih bersifat general. Secara detil nanti akan ditangani oleh Menko Polhukkam. “Presiden buka komunikasi dan memberi saran ke Menko dan Pak Wiranto yang mengimplementasikannya,” kata pimpinan sejumlah pondok pesantren di bawah naungan AQL Islamic Center ini.
Sementara itu, Plt Sekretaris GNPF MUI, M Luthfie Hakim menambahkan, bahwa
KH Bachtiar Nasir menyampaikan terlebih dahulu situasi kekinian dalam hubungan antara Pemerintah dengan Ulama, khususnya pada masa Pilgub DKI Jakarta dan pasca Pilgub dirasakan ada kesenjangan komunikasi (yang cukup kuat), dimana masing-masing dengan persepsinya sendiri-sendiri.
Padahal yang dilakukan oleh ulama yang tergabung dalam GNPF hanya bermaksud menyampaikan pendapat secara damai, tidak anarkis apalagi mengarah ke makar, dalam koridor demokrasi. Pimpinan GNPF MUI yang lain pun menyampaikan adanya suasana paradoksal, dimana pada satu sisi Pemerintah berpendapat tidak melakukan kebijakan yang bersifat menyudutkan umat Islam. Tapi di pihak lain GNPF menangkap perasaan umat Islam yang merasa dibenturkan dengan Pancasila, dengan NKRI, dan dengan Kebhinekaan.
Tentulah hal ini tidak menguntungkan bagi Pemerintah dalam menjalankan programnya dan bagi ulama dan umat dalam menjalankan dakwahnya,. Oleh karrnanya GNPF mengharapkan dari pertemuan ini dapat dibangun saling pengertian yang lebih baik di masa depan.
Sedangkan Presiden Joko Widodo menyampaikan rasa senang dapat bertemu pimpinan GNPF MUI, serta menegaskan tidak ada maksud untuk tidak mau menerima ulama yang tergabung dalam GNPF MUI. Semua itu hanyalah miskomunikasi semata. Jokowi menyatakan, dalam beberapa kali pertemuan dengam ulama, tidak pernah memerintahkan untuk mencoret ulama yang tergabung dalam GNPF MUI.
Tentu Presiden adalah simbol negara yang harus dihormati, lanjut Bachtiar Nasir, karena itu kami berterima kasih bahwa Presiden telah menerima kami pada kesempatan berharga itu untuk berkomunikasi langsung dan menerima aspirasi kami.
Pertemuan sebenarnya dijadwalkan pukul 11.30 WIB, namun tertunda beberapa jam, karena pada saat yang sama Presiden bersilaturahmi ke rumah Ibu Megawati Soekarnoputri. Sebelumnya setelah Menag berbicara dengan Presiden di (sela-sela Shalat Idul Fitri) di Istiqlal dan berkordinasi dengan Menko Polhukkam Wiranto, maka terjadilah pertemuan ini.
Dalam pertemuan tertutup itu Presiden Jokowi didampingi Menko Polhukam Wiranto, Mensesneg Pratikno dan Menag Lukman Hakim Saifuddin. Pertemuan ini merupakan kelanjutan pertemuan sebelumnya antara GNPF MUI dengan Pemerintah yang diwakili Menkopolhukam Wiranto dan Wapres Jusuf Kalla dalam seminggu ini. Dari GNPF hadir Wakil Ketua GNPF KH Zaitun Rasmin, Kapitra Ampera (Tim Advokasi GNPF), Yusuf Marta (Anggota Dewan Pembina), Muhammad Lutfi Hakim (Plt Sekretaris), Habib Muchsin (Imam FPI Jakarta), dan Deni (Tim Advokasi GNPF).
Selanjutnya pertemuan Tim 7 GNPF MUI dengan Presiden RI Joko Widodo menyikapi berbagai persoalan terutama ketidakjelasan soal hukum yang menimpa ulama dan aktivis Islam, serta penyelesaiannya dengan jalan dialog langsung kepada Presiden.
Berangkat dari dua persoalan dan beberapa masalah kebangsaan, GNPF terus berupaya dan mencari solusi strategis. Khususnya penyelesaian kasus yang masih berjalan di tempat seperti kasus Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Ust Muhammad Alkhattath, hanya sebatas janji tanpa realisasi dan status hukumnya tidak jelas. Begitu juga kasus yang menimpa Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab yang juga Ketua Dewan Pembina GNPF, tidak ada kejelasan.
“Kami menginginkan Habib Rizieq kembali ke Indonesia, dengan damai tanpa pemaksaan yang akan semakin menambah kegaduhan di tengah umat dan ini akan menghabiskan energi yang tidak produktif. Lalu kami bertemu Menko Polhukkam, yang siap menjadi saluran aspirasi GNPF karena selama ini GNPF tidak punya saluran aspirasi yang jelas, semua menggantung,” jelas KH Bachtiar Nasir.
Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI menyampaikan, dari sisi hukum ada kesan bahwa hukum yang diterapkan selama ini terasa tajam kepada umat Islam. Ada beberapa hal yang umat Islam merasa bahwa penegakan hukum yang berjalan saat ini menunjukkan ketidakjelasan.
“Kami juga sampaikan bahwa ada pemahaman di kalangan umat Islam bahwa terjadi ketidakadilan ekonomi, ketidakadilan hukum, sampai keberpihakan kepada pemodal. Ini kami sampaikan. Kemudian juga soal kebuntuan komunikasi yang selama ini ternyata ada pihak yang seakan-akan membatasi komunikasi kami dengan kepala negara. Ini sudah kami sampaikan. Beliau bilang, seandainya pasca Aksi 411 ada komunikasi langsung, mungkin situasinya tidak seperti ini dan setelah ini Presiden menunjuk Menko Polhukkam untuk memediasi dan berkomunikasi sampai penyelesaian beberapa kasus dan implementasinya,” katanya.
Sampai akhir pertemuan, Presiden juga berbicara program keseimbangan dalam sistem perekonomian yang dikuasai konglomerat dan Presiden melakukan perimbangan untuk menguatkan ekonomi umat, lewat 12 juta hektare tanah untuk rakyat. Selama ini, kata dia, Presiden mengakui bahwa keberpihakan ke barat sudah kuat, maka dia melakukan penyeimbangan dengan China Arab Saudi, Kuwait, dan lain-lain. Bahkan hubungan RI dengam Turki berlangsung dengan baik. Ini semua proses yang butuh waktu untuk dilihat hasilnya.
(ist/tjo; foto ist