SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-DPP Partai Gerindra geram partainya dituduh berbagai pihak di media sosial sebagai partai pendukung aksi terorisme. Pasalnya selama ini, Gerindra dianggap menghambat revisi UU nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Saya kira itu adalah fitnah, kebohongan, fitnah yang kami curigai dari lawan politik kami. Ini adalah fitnah murahan,” kata Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo kepada media di Sekretariat Fraksi Gerindra, Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (18/5/2018).
Menurut Hasyim, Fraksi Gerindra DPR RI tidak pernah menghalangi pengesahan revisi UU Antiterorisme karena faktanya, pihak pemerintah melalui Menkumham justru menunda-nunda pembahasan dan finalisasi UU tersebut. “Justru, Pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebagai aktor di balik lambannya pembahasan RUU Anti-Terorisme. Menkumham itu dari partai mana? Partai PDIP. Bukan dari Gerindra atau darimana?”
Karenanya, lanjut Hasyim langkah keliru jika partainya disalahkan menyangkut aksi terorisme yang semakin masif belakangan ini. Hasyim mengaku telah mengonfirmasi kepada Fraksi Gerindra DPR RI bahwa pembahasan revisi UU Antiterorisme prosesnya sudah 99 persen, tinggal menunggu pendapat pemerintah terkait definisi terorisme.
“Yang terjadi sekarang ini terkait penundaan pembahasan RUU Antiterorisme bukan di DPR dan di Pansus. Namun 99 persen sudah disepakati selesai di DPR. Masalahnya sekarang antara Menkumham dan TNI,” ujarnya.
Dalam kesempatan sama Ketua Panitia Khusus revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme M Syafii menegaskan, definisi terorisme harus disebutkan untuk mengancam keamanan negara serta memiliki tujuan politik. Jika tidak ada kalimat tersebut berarti UU terorisme tidak ada bedanya dengan KUHP.
“Pemerintah dan DPR hampir sepakat mengenai definisi terorisme yang membuat revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme tersendat. Bisa dibilang 99 persen sepakat. Jadi salah besar kalau dibilang DPR menunda revisi UU Terorisme,” ujar M Syafii.
Sejak awal kata dia, tetap harus ada frasa tujuan politik, ganggu keamanan negara, konsep yang diajukan Kapolri, yang diajukan Panglima TNI dan Menhan. Ada dua opsi yang berkembang terkait penyematan frasa ideologi dan tujuan politik dalam pembahasan RUU Antiterorisme yaitu dimasukkan ke batang tubuh definisi dan di penjelasan umum. “Itu juga akan dibahas dalam rapat pada Rabu (23/5/2018),” katanya.(Bams)